REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Korea Selatan (Korsel) mengusulkan mengubah zona demiliterisasi (DMZ) yang memisahkannya dari Korea Utara (Korut) menjadi zona perdamaian internasional untuk menjamin perdamaian di semenanjung tersebut, Selasa (24/9).
Presiden Korsel Moon Jae-in menyampaikan visinya buat DMZ dalam pernyataan sebelum pertemuan para pemimpin dunia buat Sidang Majelis Umum PBB di New York. "Perbatasannya menetapkan strategi yang ditetapkan oleh 70 tahun konfrontasi militer, tapi secara bertolak-belakang zona itu telah menjadi harta karun ekologi murni," kata Moon di dalam pernyataan yang diterjemahkan.
"Itu telah menjadi ruang simbolis yang terpusat pada sejarah yang merangkul tragedi perpecahan sebagaimana diwujudkan oleh daerah keamanan gabungan, pos penjaga dan pagar kawat berduri, serta kerinduan bagi perdamaian. DMZ adalah warisan umum umat manusia dan nilainya harus dibagi dengan seluruh dunia," katanya.
DMZ telah memecah kedua Korea selama 66 tahun setelah penandatanganan gencatan senjata yang menghentikan permusuhan di Semenanjung Korea pada 1953. Moon mengatakan segera setelah perdamaian Seoul dan Pyongyang dicapai, ia akan bekerja untuk membuat DMZ lokasi warisan dunia UNESCO. DMZ memiliki panjang 155 mil (250 kilometer) dari timur ke barat dan lebar 2,5 mil (empat kilometer).
Menurut Moon, jika zona perdamaian internasional dibentuk, semenanjung tersebut akan berkembang jadi jembatan bangsa yang menghubungkan benua itu dan samudra, dan memfasilitasi perdamaian dan keamanan. "Pembentukan zona perdamaian internasional akan menyediakan jaminan institusional dan nyata bagi keamanan Korut. Pada saat yang sama, Korsel juga akan bisa meraih perdamaian yang langgeng," ujarnya.
Ada ratusan ribu ranjau anti-personel yang diperkirakan di daerah tersebut. Moon mengatakan Korsel akan memerlukan waktu 15 tahun untuk menghilangkannya jika bertindak sendirian. Tapi waktunya akan sangat dipercepat oleh bantuan internasional.