REPUBLIKA.CO.ID, NEWYORK -- Presiden Iran Hassan Rouhani memperingatkan keamanan di Teluk Persia dapat ambruk dengan 'satu kesalahan'. Menurutnya perdamaian yang rapuh di kawasan itu hanya dapat dijamin oleh negara-negara di sana bukan intervensi Amerika Serikat (AS) atau 'terorisme ekonomi tanpa belas kasih' Washington.
Rouhani mengatakan perang AS di Afghanistan, Irak, dan Suriah telah gagal. Washington 'tidak mampu mengatasi masalah pelik' yang mewabah di Timur Tengah.
"Keamanan harusnya tidak dipasok dengan senjata dan intervensi Amerika, keamanan tidak bisa dibeli atau dipasok dari pemerintahan asing," kata Rouhani dalam pidatonya di Sidang Umum PBB, Kamis (26/9).
Sikap Rouhani sangat tenang dan terukur. Tapi kata-katanya semakin tajam.
"Kawasan kami berada di ambang kehancuran, satu kesalahan dapat memicu ledakan besar," katanya.
Ia menambahkan perdamaian bisa tercipta bila AS menarik pasukannya dari Timur Tengah. Rouhani menuduh AS telah melakukan 'pembajakan internasional' terhadap negaranya.
Sanksi ekonomi yang diterapkan Washington setelah menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) menjadi bukti upaya tersebut. Ia menegaskan tidak akan menyerah dengan sanksi-sanksi yang diterapkan AS.
"Teheran tidak akan pernah bernegosiasi dengan musuh yang ingin membuat Iran menyerah dengan senjata kemiskinan, hentikan sanksi sehingga jalan untuk memulai negosiasi terbuka," kata Rouhani.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengumumkan sanksi tambahan ke Iran. Kali ini Washington berusaha menghambat Iran menjual minyaknya dengan memberikan hukuman kepada enam perusahaan Cina dan chief executive mereka karena terus membeli minyak mentah Iran.
"Kami memberitahu Cina dan semua negara, kami akan menghukum setiap aktivitas pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi," kata Pompeo.
Hal itu Pompeo sampaikan dalam acara yang digelar United Against a Nucler Iran, sebuah kelompok lobi yang menentang kesepakatan nuklir. Acara tersebut digelar beberapa blok dari tempat Rouhani berpidato di gedung PBB.
Ketegangan di Timur Tengah meningkat setelah pemerintahan Trump menarik AS dari JCPOA dan memberlakukan sanksi ekonomi kepada Iran. Negeri Seribu Mullah itu pun membalasnya dengan mengurangi kepatuhan mereka terhadap syarat-syarat JCPOA.
Tensi di kawasan semakin meresahkan karena tingginya kemungkinan konflik langsung. Skenario yang semua pihak termasuk Iran dan Arab Saudi yang didukung AS ingin hindari.
Sementara itu, Washington mengirimkan pasukan dan peralatan militer tambahan ke Arab Saudi setelah dua infrastruktur minyak negara itu diserang pada 14 September lalu. Dengan begitu AS pun meningkatkan kehadiran mereka di Teluk Persia.
Di Sidang Umum PBB, Trump menggambarkan Iran sebagai 'salah satu ancaman terbesar bagi' planet bumi. Pemerintah Trump menuduh Iran sebagai dalang serangan 14 September. Tuduhan yang dengan tegas Iran bantah.