REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Forum Pemerhati Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, mengatakan status capaian hasil legislasi tahunan dari DPR periode 2014-2019 paling buruk jika dibandingkan DPR periode yang lalu. Dalam satu tahun, DPR periode ini tidak pernah mampu menghasilkan lebih dari 10 peraturan prioritas.
Lucius mengungkapkan, pada tahun pertama (2015) DPR hanya menyelesaikan tiga Rancangan Undang-undang (RUU) yang menjadi program legislasi nasional (prolegnas) prioritas.
"Kinerja DPR pada 2015 lebih banyak dibantu oleh pengesahan RUU kumulatif terbuka yang jumlahnya banyak. RUU kumulatif terbuka yang disahkan itu biasanya berhubungan dengan ratifikasi perjanjian internasional, pertanggungjawaban APBN, pengesahan APBN. Jadi lebih banyak kepada RUU yang tidak perlu dikoordinasikan dan tidak perlu disiapkan sejak awal," ujar Lucius dalam paparan evalusi Kinerja DPR periode 2014-2019 di Kantor Formappi, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (26/9).
Kemudian pada 2016, jumlah RUU prioritas yang dihasilkan lebih yakni ada 10. Di tahun ini, DPR juga menyelesaikan sembilan RUU kumulatif terbuka. Lalu, pada 2017, ada enam RUU prioritas yang diselesaikan. Artinya, kata Lucius, jumlah RUU prioritas yang berhasil diselesaikan lebih sedikit dari 2016. Pada 2018, jumlah RUU prioritas yang berhasil diselesaikan kembali turun menjadi lima. Pada 2019, RUU prioritas yang berhasil diselesaikan naik lagi menjadi 10.
"Jadi, rekor belum ada lewati yang melewati 10 RUU prioritas dalam satu tahun. Sehingga DPR periode lima tahun ini hanya mampu menghasilkan paling banyak UU 10 saja per tahun. Capaiannya per tahun juga untuk periode lima tahun ini paling buruk, " tegas Lucius.
Dia melanjutkan, DPR periode 2014-2019 memiliki 189 RUU yang masuk prolegnas dan harus diselesaikan pada lima tahun. Namun, hasilnya hanya ada 35 UU saja yang berhasil disahkan.
Dari 35 uu prioritas yang disahkan itu, terdapat empat RUU prioritas tambahan yang seharusnya tidak dibahas dalam periode ini. "Keempatnya yakni, revisi pertama MD3, revisi ketiga UU MD3, revisi UU KPK dan revisi UU Perkawinan. Yang menarik, capaian UU prolegnas prioritas yang disahkan banyak dibantu oleh kebiasaan DPR untuk mengulang-ulang revisi," ungkap Lucius.
Hal ini dibuktikan dengan adanya tujuh UU yang dihasilkan pada lima tahun ini yang sesungguhnya adalah revisi dari tiga UU. "Jadi hanya menuh-menuhin daftar capaian dengan revisi. Itu pun hanya revisi satu dua pasal saja. Kami harap tak ada regulasi yang diselesaikan dalam satu dua hari ke depan," tambahnya.