REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Ketua Departemen Ilmu Politik Universitas Indonesia, Julian Aldrin Pasha, menegaskan, mahasiswa yang ikut demonstrasi tidak diperintahkan oleh dosen. Ia yakin mahasiswa bergerak atas nalar, hati nurani, dan menggunakan haknya untuk mengekspresikan diri.
"Mahasiswa tidak bergerak karena diperintah dosennya. Mahasiswa memilih dan para dosen tidak bisa melarang karena itu hak mereka untuk aktualisasi dan mengekspresikan diri sejauh tidak megnarah pada hal yang destruktif dan anarkis. Saya bisa menerima apa yang mereka lakukan," katanya saat ditemui, Kamis (26/9).
Julian percaya dari manapun asal kampusnya, mereka memiliki nalar yang membuat mereka secara spontan menggelar demonstrasi. Mahasiswa, lanjut dia, menaruh perhatian terhadap perkembangan isu-isu terkini, terutama UU KPK dan RKUHP. Mereka, kata dia, merasa dua isu tersebut perlu dikritisi.
"Mereka bergerak karena merasa perlu bergerak, bukan karena ada alasan-alasan yang tidak jelas," katanya.
Ia pun percaya apabila kondisi saat demonstrasi diwarnai aksi kontraproduktif karena mereka tidak mendapatkan titik temu dan tidak diberikan ruang dialog.
"Saya percaya mereka juga tidak ingin demo sampai malam kalau memang betul bahwa ada sesuatu riil yang nyata yang didapatkan dari usaha yang mereka lakukan. Konkretnya begini, kalau diterima diberikan fasilitas ruang untuk dialog, jangan menutup diri atau menunda, saya kira akan lebih simple. Tapi kalau dibiarkan sendiri dan membiarkan aparat berhadapan dengan mereka itu bukan hal yang benar," katanya.
Julian juga meminta DPR dan pemerintah lebih peka terhadap situasi dan kondisi saat ini. Demonstrasi mahasiswa di berbagai daerah ini merupakan tanda bagi pemerintah bahwa ada sesuatu yang harus diperhatikan secara lebih fokus dan serius.
"Kalau dibiarkan kemudian dianggap dikecilkan, yang kita khawatirkan demonstrasi lebih besar dan masif. Jadi, kepemimpinan harus hadir dalam bentuk statement yang bisa diterima semua pihak," katanya.