Kamis 26 Sep 2019 14:11 WIB

PM Pakistan Peringatkan Perang Nuklir Meletus di Kashmir

India dan Pakistan memanas setelah India mencabut status khusus Kashmir.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan.
Foto: EPA-EFE/Thomas Peter
Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Perdana Menteri Pakistan Imran Khan memperingatkan bahaya perang nuklir dapat meletus di Kashmir. Hal itu dikatakannya dalam Majelis Umum PBB.

"Alasan utama saya untuk datang ke sini adalah untuk bertemu para pemimpin dunia di PBB dan membicarakan hal ini. Kami sedang menuju potensi bencana yang proporsinya tidak disadari oleh siapa pun di sini," kata Khan dikutip dari the guardian, Kamis (26/9).

Baca Juga

Khan menegaskan, masalah Pakistan dan India menjadi krisis besar yang muncul setelah krisis yang terjadi di Kuba. Dia mengkhawatirkan akan terjadi pembantaian dan segala hal menjadi sulit dikendalikan.

India dan Pakistan nyaris mengalami konflik pada Februari ketika India membom wilayah Pakistan untuk pertama kalinya setelah setengah abad. Pesawat tempur dari kedua negara pun bertempur di wilayah yang terpecah itu.

Ketegangan mereda ketika Pakistan mengembalikan pilot India yang jatuh. Namun, masalah menyeruak kembali sejak India mencabut klausul konstitusional status semi-otonom dari pihak Kashmir di bawah kendalinya pada Agustus. India memindahkan ratusan ribu pasukan ke wilayah itu dan melakukan ribuan penangkapan.

Khan mengatakan langkah itu didorong oleh ideologi nasionalis Hindu dari Perdana Menteri India Narendra Modi, yang dia sebut sebagai fasis. Wilayah mayoritas Muslim saat ini berada di bawah jam malam, tetapi Khan memperkirakan reaksi setelah jam malam dicabut.

"Mereka akan keluar di jalanan. Apa yang terjadi kemudian?" kata Khan kepada wartawan pada Rabu (25/9) waktu setempat. Dia menunjuk kehadiran pasukan India berkekuatan 900 ribu orang di sana yang saat ini memberlakukan jam malam.

Khan telah berjanji untuk mempertahankan wilayah Pakistan, tetapi juga telah menyatakan khawatir akan kenaikan pasukan yang tidak terkendali. Dia merasa dilema ketika diberitahu tentang serangan udara India.

"Pada bulan Februari, kepala pasukan saya memanggil saya dan kepala angkatan udara, (mengatakan) bahwa jet India telah datang dan membom wilayah Pakistan. Apa yang kita lakukan? Apa yang kita lakukan? Haruskah aku - harus kita - harus membuat pilihan itu," Kata Khan.

Ketakutan krisis antara dua negara itu sudah disampaikan Khan dalam percakapan dengan Donald Trump, Angela Merkel, Emmanuel Macron, dan Boris Johnson. Trump telah menawarkan untuk menengahi, hanya jika Pakistan dan India setuju.

Tapi, India resisten terhadap mediasi luar. Modi telah menyatakan tindakannya di Kashmir yang dikuasai India sebagai hal yang penting untuk melawan separatisme dan terorisme, yang ia tuduh telah dilakukan oleh Pakistan.

Meski mendapatkan tawaran dari Trump, Khan melihat jalan yang cukup berat. Trump telah menjadi sekutu politik yang dekat dari Modi, bahkan muncul sebagai tamu Perdana Menteri India pada pekan lalu di sebuah reli Texas dari beberapa warga India Amerika. Pada hari Senin, Trump menggambarkan beberapa retorika Modi sebagai sangat agresif.

"Aku sudah mencoba yang terbaik. Pilihan apa yang kita miliki? Apa yang kita lakukan? Apakah kita hanya menunggu skenario mimpi buruk ini terungkap dan berharap tidak ada yang terjadi," ujar Khan.

Sementara itu, Khan mengatakan, dia telah diminta oleh AS dan Arab Saudi untuk bertindak sebagai mediator dengan Iran. Dia pun mencoba sebaik mungkin agar tidak berkembang menjadi konflik.

"Hal yang baik tentang Presiden Trump adalah saya merasa dia bukan orang yang pro-perang, meskipun saya dapat melihat ada orang lain yang menghasutnya. Namun, insting yang sebenarnya bukan untuk perang. Saya pikir itu sangat mengagumkan," ujar Khan. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement