Kamis 26 Sep 2019 20:09 WIB

ICW Nilai Kasus Rizal Djalil Bukti Auditor BPK Rentan Disuap

Rizal Djalil ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus proyek SPAM.

Rep: Dian Erika Nugraheny, Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Anggota IV BPK Rizal DJalil bergegas meninggalkan Kompleks Parlemen usai melakukan rapat tertutup dengan Komisi VII DPR, di Senayan, Jakarta, Senin (29/5).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Anggota IV BPK Rizal DJalil bergegas meninggalkan Kompleks Parlemen usai melakukan rapat tertutup dengan Komisi VII DPR, di Senayan, Jakarta, Senin (29/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas, mengatakan, kasus korupsi yang menjerat Rizal Djalil membuktikan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga rentan menjadi objek suap. Firdaus mengungkapkan ada indikasi praktik jual beli opini dalam audit keuangan yang dilakukan oleh BPK. 

Menurut Firdaus, ICW sudah sejak lama mengungkap adanya audit laporan keuangan yang di dalamnya terindikasi praktik jual beli opini. "Banyak pemda atau kementerian dan lembaga yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Bagaimana caranya? Dari hasil temuan-temuan itu ternyata dinegosiasikan (status opininya)," ujar Firdaus kepada wartawan di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (26/9).

Temuan yang dirapatkan oleh ICW ini berisi material yabg sangat signifikan. Beberapa temuan ini misalnya saja terjadi di Bekasi dan saat era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (BTP), juga kasus Sumber Waras. 

Firdaus melanjutkan, BPK dalam bekerja melakukan tiga hal, yakni pemeriksaan laporan keuangan, investigasi dan audit kinerja. "BPK dalam melakukan kerja-kerjanya itu acapkali diindikasikan dia tidak sesuai dengan standar atau mekanisme pemeriksaan. Standar pemeriksaannya kan jelas temuan simpulan segala macam yang menjadi faktor terbesar dalam pemeriksaan," tutur dia. 

Firdaus kemudian mengaitkan dengan kasus Rizal Djalil. Diduga, Rizal menerima suap dari salah satu perusahaan air minum.

Menurut Firdaus, pola yang terjadi dalam kasus Rizal ini terjadi setelah BPK melakukan audit keuangan. ''Ada perusahaan yang mendekat kemudian difasilitasi dalam tanda kutip dan akhirnya mendapatkan proyek. Kalau teman-teman coba menelusurinya, ternyata perusahaan ini dapat ratusan miliar, banyak sekali gitu," jelas dia. 

Kasus serupa juga pernah terjadi di Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (KemendesPDTT). Pada saat itu auditor disuap untuk mendapatkan opini WTP. Sehingga, kata Firdaus, untuk menekan dan mendekati seorang auditor BPK adalah hal yang sangat mungkin.

"Nah pertanyaan kita kan apakah ini hanya berlaku di satu dua orang atau dia berlaku secara masif, tidak hanya di struktur anggota tetapi juga di pegawai BPK tidak hanya di Kantor Pusat Slipi tapi juga anggita BPK perwakilan di daerah. Notabene ini lebih sulit temuan-temuannya, " tambah Firdaus. 

Sebelumnya, KPK menetapkan Rizal Djalil dan Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama Leonardo Jusminarta Prasetyo sebagai tersangka perkara dugaan suap terkait proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kementerian PUPR. Rizal diduga menerima uang sebesar SGD100 ribu. Uang itu diterima Rizal lewat pihak keluarga dalam pecahan 1.000 dolar Singapura atau jumlah 100 lembar di parkiran sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara meminta, kasus yang menimpa Rizal sebaiknya disikapi secara bijaksana oleh publik. Menurutnya, kasus yang menimpa Rizal merupakan kesalahan oknum bukan BPK secara lembaga.

"Ini tindakan oknum bukan BPK secara lembaga. Keputusan-keputusan enggak dibawa ke sidang badan, prosesnya di masing-masing angggota. Apalagi, kaitannya enggak ada pemeriksaan yang disangkakan itu," ujarnya.

Di sisi lain, ia menyampaikan, BPK belum bisa memutuskan akan memberi pendampingan hukum pada Rizal atau tidak. Pihaknya masih akan mengkaji kasus hukum yang menimpa Rizal sebelum bisa memutuskan.

"Tergantung kasusnya. Kami bicarakan di sidang badan. Baik buat anggota dan pegawai akan kami lihat kasusnya. Kami belum tahu, tunggu KPK baru kita bersidang untuk tetapkan (pendampingan hukum)," ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement