REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) merilis hasil evaluasi kinerja DPR periode 2014-2019. Salah satu yang disoroti Formappi terkait jumlah Rancangan Undang-undang (RUU) yang disahkan menjadi Undang-undang menurun drastis jika dibandingkan tahun sebelumnya.
Formappi mencatat, selama hampir lima tahun DPR bekerja, hanya ada 84 Rancangan Undang-undang yang disahkan. Jumlah ini lebih sedikit dibanding Undang-undang yang disahkan DPR periose sebelumnya, 2009-2014.
"Total RUU yang disahkan DPR 2014-2019 sebanyak 84 RUU, kalah jauh dari DPR 2009-2014 yang mencapai 125 RUU," ujar Peneliti Formappi Lucius Karus saat paparan evaluasi kinerja DPR periode 2014-2019 di Kantor Formappi, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (26/9).
Lucius menjelaskan dari 84 RUU yang disahkan DPR periode 2014-2019, sebanyak 35 RUU (42 persen) masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas. Sementara itu, sisanya sebanyak 49 RUU (58 persen) merupakan RUU kumulatif terbuka.
Jika dicermati lebih lanjut, dari 35 RUU Prolegnas prioritas yang disahkan, ada beberapa RUU yang sebenarnya merupakan revisi yang berulang dari undang-undang yang sama. Misalnya, revisi Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang telah direvisi sebanyak tiga kali selama masa kerja DPR 2014-2019.
Revisi pertama disahkan 5 Desember 2014, revisi kedua 12 Februari 2018, dan terakhir 16 September 2019. Selain itu, ada dua UU lainnya yang menambah daftar panjang Prolegnas prioritas DPR, yaitu revisi UU tentang Pilkada sebanyak dua kali, dan revisi UU tentang Pemerintahan yang juga dilakukan dua kali.
Revisi Undang-undang tersebut, menurut Lucius, terkesan menambah banyak jumlah RUU. Padahal, ia menambahkan, hanya mengubah beberapa pasal saja.
"Revisi-revisi itu hanya satu dua pasal lalu sudah memenuhi daftar Prolegnas prioritas. kesannya bertenaga banget DPR ini, padahal hanya merevisi satu dua kata," kata Lucius.
Sebelumnya, Lucius mengatakan produk legislasi DPR periode 2014-2019 hanya dibuat untuk melayani elite tertentu saja. Kesimpulan ini merujuk sejumlah Undang-undang yang cenderung berpihak pada elite ketimbang rakyat kecil.
"Beberapa rancangan undang-undang yang disahkan DPR bersama pemerintah pada periode ini maupun periode sebelumnya menunjukkan adanya kecenderungan politik legislasi yang diabdikan untuk melayani kepentingan elite," kata Lucius.