Jumat 27 Sep 2019 03:00 WIB

Pemda Dinilai Ragu Perbedaan Nomenklatur di UU Pilkada

Ada sedikit perbedaan nomenklatur.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Muhammad Hafil
Bawaslu
Bawaslu

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Perbedaan nomenklatur Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menimbulkan pertanyaan dan keraguan dari Pemerintah Daerah (Pemda). Menurut anggota Bawaslu RI, Rahmat Bagja, ada sedikit pengaruh perbedaan nomenklatur terhadap penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).

"Ada pengaruh tapi tidak terlalu besar. Adanya pertanyaan dan keraguan dari pemda," ujar Bagja kepada Republika, Kamis (26/9).

Perbedaan nomenklatur yang dimaksud bahwa pada pasal 23 ayat 1 UU Pilkada, pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilihan dilaksanakan oleh Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS. Sementara dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, disebut Bawaslu Kabupaten/Kota.

Namun, Bawaslu tetap meyakinkan pemda agar tak mempermasalahkan penyebutan lembaganya di tingkat kabupaten/kota tersebut. Sebab, kata Bagja, ada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 54 Tahun 2019.

"Ada Peraturan Mendagri yang menyebutkan nomenklatur Bawaslu kabupaten/kota," kata dia.

Sehingga, ia optimistis penandatanganan NPHD untuk memenuhi anggaran pelaksanaan Pilkada di 270 daerah terlaksan dengan baik. Baik Bawaslu maupun Komisi Pemilihan Umum (KPU) meyakini NPHD dapat rampung pada 1 Oktober 2019 mendatang.

Sementara itu, Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris menyarankan agar ada dorongan untuk merevisi UU Pilkada tersebut. Menurutnya, Permendagri tak cukup menghindari permasalahan karena nomenklatur tersebut berasal dari Undang-undang.

"Mestinya ya disesuaikanlah, masa di UU Pemilu sudah menjadi Bawaslu di UU Pilkada masih Panwaslu ini kan aneh, mesti direvisi," kata Syamsuddin Haris.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement