Jumat 27 Sep 2019 03:17 WIB

Petani Siap Ajukan Uji Materi UU SBPB ke Mahkamah Konstitusi

UU SBPB memuat pasal-pasal yang dipandang memberatkan petani pemula dan penangkar.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Petani di sawah sedang menyingkirkan organisme pengganggu tanaman.
Foto: kementan
Petani di sawah sedang menyingkirkan organisme pengganggu tanaman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan aliansi petani yang tergabung dalam Koalisi Kedaulatan Benih Petani dan Pangan siap mengajukan judicial review atau uji materi Undang-Undang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan ke Mahkamah Konstitusi. Permohonan uji materi menyusul kekecewaan sejumlah organisasi petani atas disahkannya beleid tersebut oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Ketua Serikat Petani Indonesia, Henry Saragih, sebagai salah satu organisasi yang tergabung mengeaskan, proses pembuatan dan pembahasa draft RUU tidak partisipatif. "DPR tidak melibatkan organisasi petani sebagai wadah petani dan pihak-pihak yang mengajukan judicial review," kata Henry dalam keterangan resminya, Kamis (26/9).

Ketua Aliansi Petani Indonesia, Nuruddin, menegaskan, koalisi bakal segera mengorganisasi tim kuasa hukum dan organisasi masyarakat sipil sebagai pendaftar gugatan ke MK. Koalisi, kata Nuruddin, akan mengajak berbagai organisasi dan perkumpulan petani di seluruh wilayah Indonesia untuk sama-sama menggugat.

Koalisi Kedaulatan Benih Petani dan Pangan, sembari menyiapkan gugatan akan melakukan sosialisasi terkait pasal-pasal diskriminatif kepada seluruh gabungan petani. UU SBPB diyakini melemahkan petani dan memicu kriminalisasi terhadap 26 juta petani kecil yang mencoba mengembangkan benih-benih lokal.

"UU SBPB akan melemahkan petani. Tetapi, ini harus dijadikan momentun bagi petani untuk saling menguatkan," kata Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP).

Said mengatakan, UU SBPB memuat pasal-pasal yang dipandang memberatkan petani pemulia, penangkar benih, bahkan membahayakan kekayaan keanekaragaman hayati di Indonesia. Padahal, merekalah yang selama ini menjadi penjaga utama keanegaragaman benih lokal.

Koalisi menilai, semestinya undang-undang apapun yang mengatur terkait peran petani kecil harus bersifat mendukung. Petani telah berjasa selama ratusan tahun dalam menjaga benih-benih lokal yang selama ini ada.

UU SBPB secara langsung masih menempatkan petani kecil sebagai pihak yang diatur, dibatasi, dikecilkan, dan dianggap sebelah mata. Padahal, selama ini petani selalu bekerja secara mandiri dan berdedikasi dalam memelihara keanekaragaman hayati.

Ketua Dewan Pengawas Koalisi Kedaulatan Benih Petani dan Pangan, Dewi Hutabarat, menyatakan, dalam waktu dekat koalisi akan segera mengadakan pertemuan bersama untuk mengupas isi UU SBPB dan mempersiapkan gugatan. Dewi mengeaskan, koalisi akan terus membuka komunikasi dengan banyak pihak untuk memperkuat judicial review yang bakal dibahas di MK.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement