REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabid Humas Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) AKBP Harry Golden Hart mengatakan kepolisian tidak menggunakan peluru apa pun untuk mengamankan demonstrasi mahasiswa di Kompleks DPRD Sultra, Kamis (26/9). Bahkan, ia mengatakan, anggota tidak dibekali peluru karet.
"Saya tegaskan bahwa kami dari aparat kepolisian dalam memberikan pelayanan kepolisian, mengamankan kegiatan unjuk rasa anggota tidak dibekali. Sekali lagi anggota tidak dibekali baik itu dengan peluru tajam, peluru karet, maupun peluru hampa. Anggota hanya dibekali dengan tameng, tongkat, lalu water canyon, dan peluru gas airmata," ujar Harry saat dikonfirmasi Republika.co.id, Kamis malam.
Kendati demikian, Harry membenarkan adanya belasan korban luka-luka akibat ricuh saat demonstrasi penolakan sejumlah Rencana Undang-Undang (RUU) itu. Sebanyak 11 orang mahasiswa mengalami luka-luka, kemudian ada satu staf DPRD yang juga mengalami luka-luka.
"Tiga dari anggota Polri saat ini sedang dirawat akibat luka-luka di beberapa bagian tubuh. Tapi kondisinya baik semua," tambah Harry.
Sebelumnya, Harry mengatakan korban mahasiswa yang meninggal saat demonstrasi di Kompleks DPRD Kendari berjumlah satu orang. Harry menepis kabar yang menyatakan ada korban lain dari kalangan mahasiswa yang juga meninggal akibat tertembak saat demonstrasi.
"Informasi soal korban lain yang meninggal itu tidak benar ya. Jadi data korban sampai malam ini baru satu orang. Atas nama almarhum Randi," ujar Harry.
Randi diketahui merupakan mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universitas Haluoleo, Kendari. Sementara itu, lanjut Harry, satu mahasiswa lain, yakni Muhammad Yusuf Fardawi, yang dikabarkan kritis, saat ini masih ditangani oleh tim dokter di RS Abunawas, Kendari. Yusuf pun merupakan mahasiswa jurusan Teknik Sipil Universitas Haluoleo.