REPUBLIKA.CO.ID, CALIFORNIA — Film Joker merupakan salah satu film yang paling ditunggu-tunggu pada akhir tahun ini. Tapi, di satu sisi, ada sejumlah pihak yang khawatir bahwa nantinya film yang disutradarai oleh Todd Phillips tersebut berperan dalam memicu aksi kekerasan.
Dilansir dari Fox News pada Jumat (27/9), kekhawatiran itu muncul dari pihak sayap kiri lewat ungkapan kritik atas film itu. Tapi, dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada Rabu lalu, Phillips menilai bahwa kritik itu hanyalah alasan dari pihak sayap kiri untuk merasa marah.
"Saya pikir itu karena kemarahan adalah sebuah komoditas, saya pikir kemarahan adalah sesuatu yang telah menjadi komoditas untuk sementara waktu," kata Phillips. Ia pun menilai, kritik itu telah membuatnya berpikir bahwa betapa mudahnya sayap kiri terdengar seperti sayap kanan ketika itu sesuai dengan agenda mereka.
Padahal, ia menekankan, niat utamanya dalam film ini bukanlah untuk memicu kemarahan. Melainkan, niat utamanya dalam film ini adalah untuk menyisipkan film nyata dalam sistem studio dengan kedok film komik.
Terkait kritik, salah satu kritik yang disoroti adalah kritikus dari majalah Time, Stephanie Zacharek. Ia menilai, sosok pemeran utama dalam film ini berpotenai untuk dijadikan patron bagi para anggota Involuntary Celibates (Incel).
Hal ini pun merujuk pada sosok Elliot Rodger yang melakukan penembakan masal di California pada 2014. Sosok yang membuat enam orang tewas tertembak itu ternyata teridentifikasi sebagai Incel.
Melihat hal itu, sejumlah komandan militer bersiap untuk melakukan pengamanan saat pemutaran film Joker agar potensi aksi dari Incel dapat dicegah
Di satu sisi, korban selamat dari penembakan massal di Cororado pada 2012 juga merasa khawatir bahwa penembakan massal di bioskop akan kembali terjadi. Mereka kemudian menandatangani surat terbuka untuk Warner Bros. Lewat surat itu, mereka berharap Warner Bros berkontribusi lewat donasi untuk pengendalian senjata.