Jumat 27 Sep 2019 17:40 WIB

Pengusaha: Sejumlah Pasal RKHUP tak Pro Investasi

Salah satu bagian dari RKUHP yang dipersoalkan pengusaha adalah pidana korporasi.

Rep: Editor(swa.co.id)/ Red: Editor(swa.co.id)
Jokowi Tunda RKHUP
Jokowi Tunda RKHUP

Pengusaha menolak sejumlah pasal dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP karena tidak pro-investasi dan merugikan iklim usaha. Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Danang Girindrawardana, mengatakan akan mengajukan keberatan serta sejumlah masukan kepada presiden, sebelum pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membahas kembali aturan tersebut.

“Kami akan menyisir kembali mana pasal-pasal yang anti-investasi, mana yang perlu diperbaiki,” kata dia, kemarin.

Salah satu bagian dari RKUHP yang dipersoalkan pengusaha adalah pidana korporasi. Menurut Danang, pidana korporasi memperluas pihak yang harus bertanggung jawab tatkala terjadi perkara yang melibatkan perusahaan. Dia menyebutkan hal itu bertentangan dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas, yang mengamanatkan tanggung jawab kepada dewan komisaris dan direksi.

“Pada RKUHP, tanggung jawab diperluas kepada pemegang saham. Bagaimana dengan perusahaan terbuka yang sahamnya dimiliki publik? Apakah mereka bisa jadi terpidana juga?” ucap dia.

Danang juga menyoroti definisi penerima manfaat korporasi yang dia nilai multitafsir. “Penerima manfaat ini banyak sekali, ada tenaga kerja, ada masyarakat di sekitar perusahaan, bahkan pemerintah bisa disebut penerima manfaat karena menerima pajak dari korporasi.”

Meski begitu, Danang mengapresiasi kebijakan Presiden Joko Widodo yang menunda pengesahan RKUHP dan membuka ruang pembahasan dan peninjauan kembali aturan tersebut.

Wakil Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani, mengatakan investor membutuhkan kepastian hukum. Dia menilai RKUHP memudahkan manipulasi yang dapat membatalkan kontrak usaha atau mengkriminalkan pelaku usaha dan kegiatan usaha.

“Akhirnya risiko berusaha di Indonesia menjadi tidak bisa diprediksi. Dalam skenario terburuk, perusahaan dan pelaku usaha bisa dikriminalisasi,” ujar dia.

Shinta menambahkan, Apindo juga meminta pemerintah dan Dewan untuk lebih memperhatikan konsekuensi penetapan kebijakan perundangan terhadap daya saing dan kelancaran berusaha di Indonesia. “Seharusnya ada kajian dampak ekonominya. Ini kerap tidak dilakukan sehingga banyak kebijakan yang membunuh peluang investasi,” kata dia.

Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran, mengeluhkan Pasal 417 dan 419 tentang perzinaan. Menurut dia, pasal tersebut bisa menurunkan angka kunjungan wisatawan mancanegara.

“Isu itu sangat sensitif dan mereka resah. Pasar merespons negatif karena aturan pidana masuk ke ranah privasi,” ujar dia.

Menurut Yusran, dampak dari keresahan itu sudah dirasakan pengusaha hotel dan penginapan di Bali. Dia mengatakan wisatawan asing yang mengetahui isu RKHUP membatalkan pemesanan penginapan di kawasan obyek wisata.

Maulana menyayangkan sikap pemerintah dan DPR yang tidak melibatkan industri saat merancang RKUHP. “Jangan lupa, kita membuka pasar bukan hanya untuk domestik, tapi juga asing,” ucap dia, seraya berharap PHRI diberi ruang untuk memberi masukan.

Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, meminta pemerintah dan DPR mengkaji ulang pasal dalam RKUHP yang merugikan industri pariwisata. “Kami bersama PHRI akan mengajukan kajian kepada DPRD Provinsi Bali untuk kemudian disampaikan pada DPR RI,” kata dia.

Menurut Tjokorda, isu tersebut telah menimbulkan persepsi negatif dari negara lain, seperti Australia dan Inggris, yang telah mengeluarkan travel advice kepada warganya yang akan datang ke Indonesia.

Presiden Joko Widodo memberi respons atas masukan dari sejumlah pihak terhadap RKUHP, termasuk dari pengusaha. “Banyak sekali masukan yang kami terima, misalnya tentang hukum yang masuk terlalu privat. Ini masukan yang baik dan saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya,” ujar Jokowi.

 

Sumber: Tempo.co

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan swa.co.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab swa.co.id.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement