REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Timur Tengah Ali Munhanif menyatakan perang antara Arab Saudi dengan Iran sangat sulit terjadi. Dia menilai kemungkinan kecil kedua negara tersebut melangkah serius untuk mengangkat senjata.
"Hampir kecil sekali akan ada perang total, tetapi, memang perlu mengamati sejumlah eskalasi kebijakan Arab Saudi dan Amerika, dengan kepala negara Timur Tengah yang lain, termasuk Turki," ujar Ali dalam diskusi publik yang diselenggarakan Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC) dengan tema “Timur Tengah Membara dan Masa Depan Perdamaian Dunia", Jumat (27/9).
Adanya konflik kedua negara tersebut dinilai membuat kesempatan untuk memulai peperangan. Saudi memperketat keamanan dalam negeri. Sementara Amerika Serikat dan beberapa negara ikut terlibat menuding Iran sebagai dalang serangan terhadap fasilitas minyak Saudi.
Sedangkan, Iran menampik tuduhan yang dilayangkan kepada mereka. Bahkan, Presiden Iran Hassan Rouhani meminta bukti atas tuduhan yang diklaim oleh beberapa negara.
Fasilitas minyak milik Saudi Aramco pada 14 September lalu mendapatkan serangan dari pesawat nirawak. Kerusakan yang ditimbulkan cukup besar, dan kelompok pemberontak Houthi Yaman mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu. Hanya saja, Amerika dan negara-negara lain tidak mempercayainya dan menuding Iran.
Ali menyatakan, hubungan panas antara Saudi dan Iran memang menimbulkan kekhawatiran perang besar. Namun, untuk melangkah ke sana sangat jauh sekali. Dia menilai banyak kepentingan yang dipertimbangkan seperti kecanggihan dari teknologi pertahanan yang dimiliki negara Iran.
Salah satunya, Iran pernah menembak pesawat nirawak milik Amerika Serikat Juli lalu menggunakan tembakan misil. Ali menilai, momen itu seperti menunjukkan kekuatan pertahanan Iran yang masih sangat tersembunyi dan bisa saja telah berkembang cukup jauh.
"Pentagon hati-hati karena khawatir Iran punya persenjataan yang tidak terduga," kata Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (FISIP UIN) Syarif Hidayatullah tersebut.
Selain itu, ketika Saudi dan Iran berperang, maka perhitungan permasalahan minyak akan menjadi pertimbangan yang tidak bisa dilepaskan. Ali mengatakan, kedua negara itu merupakan pemasok minyak terbesar dunia, sehingga bisa mempengaruhi ekspor minyak dunia.