Jumat 27 Sep 2019 17:50 WIB

Pakistan Bantah Ingin Bangun Hubungan dengan Israel

Pakistan tidak mengubah kebijakan luar negerinya terkait Israel.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Perdana Menteri Pakistan Imran Khan saat berbicara di Asia Society saat mengunjungi Majelis Umum PBB di New York, Kamis (26/9).
Foto: AP Photo/Bebeto Matthews
Perdana Menteri Pakistan Imran Khan saat berbicara di Asia Society saat mengunjungi Majelis Umum PBB di New York, Kamis (26/9).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Perdana Menteri Pakistan Imran Khan membantah kabar negaranya sedang mempertimbangkan perubahan kebijakan luar negeri terhadap Israel. Dalam konteks ini, Pakistan disebut hendak mengakui dan membangun hubungan diplomatik dengan Israel.

Hadir dalam acara Asian Society di New York, Amerika Serikat (AS), Kamis (26/9) malam, Khan mengaku tak mengetahui dari mana datangnya laporan-laporan yang menyebut Pakistan akan mengubah kebijakan luar negerinya terhadap Israel. Dia dengan tegas membantah kabar tersebut.

Baca Juga

“Pakistan memiliki posisi yang sangat mudah. Adalah pendiri Pakistan Quad-i-Azam Muhammad Ali Jinnah yang sangat jelas harus penyelesaian, tanah air bagi Palestina sebelum Pakistan dapat mengakui Israel,” ujar Khan, dikutip laman Middle East Eye.

Selama sebulan terakhir spekulasi telah tersebar Pakistan mungkin terbuka untuk menjalin hubungan formal dengan Israel. Hal itu menyusul adanya konfigurasi ulang hubungan antara negara-negara Teluk dan Israel, khususnya Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA).

Perdebatan tentang hal itu sebagian besar dimulai pada awal September lalu, yakni ketika Pemimpin Redaksi Dunya Media Group Kamran Khan bertanya melalui akun Twitter-nya, “Mengapa kita tidak dapat secara terbuka memperdebatkan pro-kontra tentang membuka saluran komunikasi langsung dengan negara Israel?”

Banyak orang menafsirkan cicitan itu sebagai upaya menguji opini publik Pakistan tentang Israel. Jurnalis Pakistan Kunwar Khuldune Shahid mengungkapkan membicarakan tentang kemungkinan membangun relasi dengan Israel sebenarnya cukup tabu pada masa dulu. Namun, memang telah terjadi perubahan besar dan sekarang memasuki wacana arus utama.

Pada Juni lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji normalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara Teluk. Dia mengklaim Israel tak lagi dianggap sebagai musuh di kawasan.

"Mereka (negara-negara Teluk) tidak melihat Israel sebagai musuh mereka, tapi sekutu mereka yang sangat diperlukan dalam menghadapi agresi Iran, dan bahkan saya akan mengatakan lebih dari itu, untuk bergabung mencapai kemajuan teknologi di negara masing-masing," kata Netanyahu saat berbicara dengan CEO Komite Yahudi Amerika David Harris, dilaporkan The Times of Israel.

Dalam perbincangan itu, Netanyahu juga membandingkan normalisasi hubungan antara negara-negara Teluk dan Israel dengan yang dilakukan Palestina. "Dalam banyak hal, negara-negara Arab telah bergerak lebih cepat daripada Palestina. Palestina berusaha mencegah proses normalisasi ini yang pada akhirnya dapat mengarah pada perdamaian formal," ujar Netanyahu.

Israel diketahui hanya memiliki hubungan diplomatik dengan dua negara Arab, yakni Yordania dan Mesir. Namun beberapa negara Teluk, seperti Arab Saudi, UEA, Bahrain, dan Oman, telah meningkatkan intensitas hubungannya dengan Tel Aviv dalam beberapa bulan terakhir.

Meskipun belum ada deklarasi perihal dibukanya hubungan diplomatik resmi, kedekatan antara beberapa negara Arab dengan Israel cukup dicemaskan Palestina. Hal itu dikhawatirkan akan kian menyusutkan perjuangan Palestina untuk mendirikan negara merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement