REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa (BEM KM UGM) mengomentari rencana Presiden Joko Widodo mengundang mahasiswa ke Istana. Menurut BEM KM UGM, elemen-elemen masyarakat lainnya seperti buruh, nelayan, petani dan lain-lain sebaiknya juga diundang ke Istana.
''Karena, aksi-aksi (demo) belakangan ini dilakukan berbagai elemen masyarakat,'' kata Presiden BEM KM UGM, Atiatul Muqtadir saat ditemui di Kantor Pukat UGM, Yogyakarta, Jumat (27/9).
BEM KM UGM menegaskan tidak akan memenuhi undangan Presiden Jokowi. Menurut Atiatul, pertemuan dengan Presiden Jokowi sama sekali bukan tuntutan mereka selama ini. ''Yang dibutuhkan hari ini bukan pertemuan-pertamuan, tapi sikap-sikap tegas Presiden Jokowi,'' katanya.
Tapi, ia menekankan, jika Presiden Jokowi ingin bertemu mahasiswa, pertemuan harus dilakukan secara terbuka di media-media nasional. Artinya, tidak tertutup seperti yang selama ini dilakukan Istana.
Terlebih, undangan-undangan itu cuma disampaikan kepada mahasiswa. Padahal, sekali lagi Atiatul menegaskan, aksi-aksi massa selama ini dilakukan begitu banyak elemen masyarakat.
BEM KM UGM belajar pula atas apa yang terjadi pada 2015 ketika ada mahasiswa-mahasiswa yang mendatangi undangan Presiden ke Istana. Yang mana, hasilnya tidak lain cuma perpecahan di tubuh-tubuh mahasiswa.
''Kami merasa tuntutan yang kami sampaikan sudah jelas, maklumat mahasiswa tuntaskan reformasi sudah kami suarakan,'' ujar Atiatul.
BEM KM UGM juga mengkritisi tindakan kekerasan kepolisian terhadap para demonstran, termasuk penangkapan terhadap aktivis-aktivis. Padahal, lanjut Atiatul, kepolisian seharusnya bertindak humanis dan tidak represif. Atiatul menekankan Presiden Jokowi seharusnya menindak aparat-aparat yang selama ini melakukan tindak kekerasan.
Ia mengingatkan, Presiden Jokowi masih memiliki banyak tuntutan yang hadir melalui UU-UU bermasalah dan belum satupun dikabulkan. Walau belum merencakan aksi lanjutan, Atiatul menegaskan mahasiswa akan terus mengawal.