REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menikah merupakan sunah Nabi. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bahkan bersabda: "Melakukan pernikahan berarti menjalankan separuh agama."
Namun, dalam memilih pasangan, seorang Muslim harus memperhati kan beberapa hal. Pertama, pasangan harus lawan jenis. "Jangan pula lawan jenis yang mengubah dirinya menjadi sejenis kita. Misal, pagi namanya Ridwan, malam Ririn," ujar Ustazah Aini Aryani dalam Kajian Muslimah di Masjid Al Falah, Bambu Apus Raya, Jakarta, Belum lama ini.
Kedua, menurut dia, pastikan calon pasangan juga beragama Islam. "Seganteng, sekaya, seromantis, dan seperhatian apa pun, kalau dia non- Muslim, maka tidak boleh dinikahi," katanya menegaskan.
Ia bercerita, pada masa Rasulullah, seorang Muslimah taat bernama Ummu Sulaim pun menolak pinangan Abu Thalhah. Kala itu Abu Thalhah belum masuk Islam. Padahal, Ummu Sulaim sebetulnya tertarik pada sang pria. "Tak pantas orang sepertimu ditolak wahai Abu Thalhah. Namun, engkau seorang kafir, sedangkan aku seorang Muslimah, tak pantas aku menikah denganmu," kata Ummu Sulaim.
Akhirnya, Ummu Sulaim bersedia menerima lamaran itu, dengan syarat Abu Thalhah masuk Islam. "Aku tidak minta harta, yang kuinginkan darimu adalah Islam," tegas sang Muslimah.
Ustazah Aini melanjutkan, sebelum menikah, pastikan pasangan yang dipilih bukanlah mahram atau seseorang yang haram dinikahi. Ia menyebutkan, mahram terbagi dua, yaitu mahram muaqqat dan mahram muabbad. "Mahram muaqqat adalah orang yang haram kita nikahi pada waktu tertentu karena suatu sebab. Bila sebabnya hilang, bisa dinikahi," kata Ustazah Aini.
Dia memisalkan, kakak ipar atau suami dari kakak kandung. Namun, bila bukan suami kakak lagi, boleh dinikahi. "Maka ini harus hati-hati. Jangan sering jalan berdua, karena bisa jadi ada perasaan dan ini ada potensi bisa dinikahi. Ini bisa dibilang mahram, tapi bukan mahram, hatihati," kata dia.
Selanjutnya, mahram muabbad. Ustazah Aini menjelaskan, mahram tersebut, yaitu orang yang tidak bisa dinikahi sampai kapan pun. Ada bebe rapa sebab orang menjadi mahram muabbad. Pertama, ada hubungan darah. Di antaranya, ayah kandung, kakek kandung, anak kandung, cucu kandung, dan lainnya.
"Abang juga tidak boleh. Termasuk saudara kita seayah beda ibu, atau seibu beda bapak. Ini semua semua mahram jalur nasab," kata dia menjelaskan. Saudara dari ayah atau ibu pun ti dak boleh, contohnya paman kandung, tante, dan lainnya. "Kalau sepupu boleh dalam syariat, ini tidak termasuk mahram. Rasulullah pun menikahi sepupunya dari jalur ibu, yakni Zainab binti Jahsy," kata Ustazah Aini. Dalam Islam, menurut dia, menikah dengan suku mana saja tidak dilarang. "Malah bagus kalau sekarang sukunya cam pur-campur untuk menciptakan antirasisme," tutur dia.