REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo kembali membuka opsi penerbitan peraturan presiden pengganti undang-undang (perppu) pengganti hasil revisi UU KPK yang telah disahkan. Kabarnya, ia telah membentuk tim khusus yang akan mencermati rencana tersebut.
"Saya sudah dengar tim teknis sudah dibentuk untuk itu, untuk mencermati Perppu UU KPK," ujar anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (27/9).
Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu mengatakan, DPR menghargai keputusan yang diambil oleh Jokowi. Namun, ia meminta agar sebelum adanya perppu, semua pihak yang terlibat dalam rencana pernerbitannya benar-benar mencermati hal tersebut.
"Kami sudah melakukan kerja-kerja penuh kekhidmatan, kecermatan, dan keseriusan. Tidak terbesit kepentingan apa pun saat sewaktu membuat undang-undang itu untuk melindungi koruptor," ujar Arteria.
UU KPK juga ditegaskannya sebagai salah satu alat untuk memperkuat kerja KPK, bukan memperlemah dan membatasinya, seperti yang ditudingkan banyak pihak.
"Kami hadirkan ini untuk perbaiki sistem penegakan hukum yang ada di KPK, sebagaimana penegakan hukum yang lebih akuntabel, transparan, terukur, dan yang terpenting lagi bisa lebih terkoreksi," ujarnya.
Dahlan juga meminta semua pihak lebih memahami pasal-pasal yang berada di dalam UU KPK. Ia menilai, telah terjadi misinformasi terkait undang-undang itu di masyarakat.
"Ini kita berharap betul bagaimana semua pihak memahami revisi ini, tidak hanya hadir tapi juga memahami betul materi muatan yang terkandung di dalamnya," ujar Dahlan.
Meski begitu, DPR tetap menyerahkan segala keputusan kepada Jokowi sebab penerbitan perppu merupakan wewenang presiden. "Kami sangat mengapresiasi dan menghormati upaya Pak Presiden Jokowi. DPR berpendapat semua ini kewenangan presiden," ujar Dahlan.