REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mahasiswa Indonesia yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia di Belanda (PPI Belanda) ikut menentang pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia, atas diajukannya RUU KUHP dan rancangan UU lainnya seperti RUU Pertanahan, RUU Permasyarakatan, revisi UU Ketenagakerjaan, UU KPK, dan RUU Minerba.
Sebagai bentuk respons dari terancamnya kehidupan berdemokrasi, PPI Belanda melaksanakan Aksi "Berani: Bergerak Melawan Tirani dan Pembacaan Pernyataan Sikap 12 Tuntutan Mahasiswa Belanda Terhadap Pemerintah"
Lebih jauh, gerakan ini juga menjadi bentuk solidaritas mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di Belanda terhadap kawan seperjuangan mahasiswa di Indonesia. Pembacaan pernyataan sikap PPI Belanda diadakan di depan kampus Institute of Social Studies (ISS) di Den Haag, pada Jumat (27/9), setelah dilakukannya CLIMATE STRIKE.
Pernyataan sikap ini dipimpin oleh Atika Almira sebagai Sekjen PPI Belanda dan dibacakan oleh masing-masing peserta aksi dari berbagai PPI kota di Belanda.
Dalam kegiatan ini, PPI Belanda memuat belas tuntutan mahasiswa PPI Belanda terhadap reformasi yang kini dikorupsi. Beberapa di antaranya, menegaskan kembali apa yang dituntut oleh para mahasiswa yang melakukan aksi di Jakarta beberapa hari ini.
Berikut tuntutan PPI Belanda:
Pertama, menolak pasal-pasal multitafsir dalam RKUHP yang melanggar hak asasi manusia dan privasi, serta mengancam demokrasi.
Kedua, menolak pengesahan RUU Pertanahan yang mengkhianati reforma agraria dan berpotensi menindas serta mengancam petani secara khusus dan masyarakat, juga kaum marjinal secara umum.
"Ketiga, kami mengecam segala macam bentuk tindakan dan UU yang mengancam independensi dan melemahkan peran KPK dalam memberantas korupsi, serta mendukung upaya-upaya untuk mengembalikan independensi KPK," ujar
Sekjen PPI Belanda Atika Almira.
Lebih jauh PPI Belanda mendesak Presiden untuk segera menerbitkan Peraturan Perundang- undangan untuk mengkaji ulang substansi UU KPK.
Keempat, menolak RUU Pemasyarakatan yang memberikan keringanan hukuman bagi koruptor. Kelima, menuntut peninjauan ulang pimpinan KPK terpilih yang sarat akan kontroversi.
Keenam, menolak Revisi UU Ketenagakerjaan yang berpotensi menindas pekerja juga mendorong pemerintah untuk memperhatikan hak-hak serta kesejahteraan pekerja.
Ketujuh, menuntut pemerintah untuk menunda pengesahan RUU Mineral dan Batu-bara (Minerba) dan meninjau ulang UU Sumber Daya Air (SDA) yang berpotensi merugikan negara dan mengeksplotasi sumber daya alam.
Ke delapan, mendorong pemerintah untuk bersama-sama menyelesaikan persoalan Papua secara komprehensif dan objektif, tanpa menggunakan tindakan represif yang mengandung unsur SARA.
Ke sembilan, menagih janji reformasi kepada pemerintah mengenai penuntasan dan peradilan penjahat hak asasi manusia (HAM) juga menuntut reformasi TNI dan Polri, serta menolak dwifungsi TNI dan Polri.
Ke sepuluh, mendorong pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual(P-KS) demi melindungi penyintas kekerasan seksual dengan pemahaman mengenai kekerasan seksual yang lebih komprehensif.
Ke sebelas, mendesak pemerintah untuk menangani kebakaran hutan Kalimantan dan Sumatera, dan lebih serius dalam menanggapi berbagai kerusakan lingkungan termasuk yang berkaitan dengan bencana iklim.
Kedua belas, mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum aparat kepada rekan-rekan mahasiswa dan jurnalis. (Idealisa Masyrafina)