REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), M Din Syamsuddin mengaku sangat sedih mengetahui terjadinya tindak kekerasan di Wamena, Papua. Peristiwa itu menimbulkan puluhan korban meninggal dan ratusan lainnya mengalami luka berat serta luka ringan.
Menurut Din, kejadian di Wamena tidak terlepas dari peristiwa aksi unjuk rasa beberapa waktu lalu di Sorong, Manokwari, Jayapura, dan tempat-tempat lain. Bahkan aksi unjuk rasa terjadi di Ibu Kota Jakarta, mereka memprotes ketidakadilan dan menuntut kemerdekaan Papua.
"Seyogyanya gerakan protes itu sudah bisa diatasi dan diantisipasi dan terutama faktor picunya di Surabaya berupa penghinaan terhadap orang Papua sudah harus cepat ditindak tegas, tapi kita menyesalkan respon aparat keamanan dan penegakan hukum sangat lamban dan tidak adil," kata Din melalui pesan tertulis kepada Republika, Sabtu (28/9).
Ia menyampaikan, kalau kondisi seperti itu berlanjut maka akan dapat disimpulkan bahwa negara tidak hadir membela rakyatnya. Negara gagal menjalankan amanat konstitusi yakni melindungi rakyat dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Menurutnya dapat disimpulkan negara berperilaku tidak adil dalam menghadapi aksi unjuk rasa yang sebenarnya absah di alam demokrasi. Pemerintah terjebak ke dalam sikap otoriter dan represif yang hanya akan mengundang perlawanan rakyat yang tidak semestinya.
Din juga berpesan kepada semua pihak khususnya pemangku amanat baik pemerintah maupun wakil rakyat agar segera menanggulangi keadaan dengan penuh kesadaran akan kewajiban dan tanggung jawab.
"Hindari perasaan benar sendiri bahwa negara boleh dan bisa berbuat apa saja, baik 'membunuh rakyatnya' atau 'membiarkan rakyatnya dibunuh' oleh sesama dan negara tidak bisa berbuat apa-apa," ujarnya.