REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri membantah pencopotan dan rotasi tiga Kapolda terkait kegagalan menjaga situasi dan keamanan dalam beberapa waktu terakhir. Karo Penmas Mabes Polri, Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, mutasi yang dilakukan Kapolri Jenderal Tito Karnavian terhadap Kapolda Riau, Papua, dan Sulawesi Tenggara (Sultra) untuk peningkatan kinerja kepolisian.
"Mutasi dalam organisasi Polri hal yang biasa," kata Dedi dalam pesan singkat kepada Republika.co.id, Sabtu (28/9).
Dedi menjelaskan, mutasi yang dilakukan sebagai respons Polri untuk memberikan kesempatan kepada sejumlah perwira tingginya menjalankan tugas-tugas di lini lain. "Mutasi dalam rangka tour of duty (perpindahan tanggung jawab) dan area, serta untuk meningkatkan kinerja dalam rangka binkar (pembinaan karier)," ujarnya.
Dedi menambahkan, setiap personel kepolisian harus siap dengan segala bentuk penugasan di semua lini yang membutuhkan. Termasuk para perwiranya yang bertugas di daerah-daerah, untuk selalu siap siaga jika dipindahtugaskan.
"Mutasi itu alami dalam organisasi untuk penyegaran, untuk promosi, sekaligus untuk peningkatan performa menuju kepolisian yang promoter (profesional, modern, dan terpercaya)," katanya melanjutkan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian melakukan mutasi tiga Kapolda pada Jumat (27/9) lalu. Kapolri mencopot Kapolda Papua Irjen Rudolf Alberth Rodja dan memutasinya sebagai analisis kebijakan utama Bidang Sabhara Baharkam Polri. Perannya digantikan oleh Irjen Paulus Waterpau yang pernah menjabat Kapolda Papua pada 2015.
Kapolda Riau Irjen Widodo Eko Prihastopo, pun dicopot dan memutasinya sebagai Pati Baintelkam Polri di Badan Intelijen Negara (BIN). Perannya digantikan oleh Irjen Agung Setya Imam Effendi. Sedangkan Kapolda Sultra Brigjen Iriyanto, dimutasi sebagai Irwil III Itwasum Polri. Perannya digantikan oleh Brigjen Merdsyam.
Seperti diketahui, kondisi di Riau, Kendari dan Papua saat tengah menjadi sorotan. Di Papua, situasi keamanan yang mencemaskan dalam sebulan terakhir sampai hari ini masih menjadi prioritas nasional untuk pemulihan. Kerusuhan dan aksi massa yang terjadi sejak pertengahan Agustus lalu, sudah merenggut nyawa puluhan orang. Kerusuhan terakhir yang terjadi di Jayapura, dan Wamena menelan korban jiwa sampai 30-an orang. Sampai hari ini, eksodus warga Papua, dan pendatang masih terjadi.
Sedangkan di Riau, penanganan kejahatan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), pun mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengultimatum Kapolri. Sementara di Sultra, mendadak rusuh setelah rentetan aksi mashasiswa di sejumlah kota-kota besar Indonesia yang mendesak pemerintah dan DPR membatalkan RUU KPK dan RUU KUH Pidana, serta RUU lain yang dianggap bermasalah. Demonstrasi mahasiswa di Kendari, pada Kamis (26/9) dan Jumat (27/9) membuat dua mahasiswa dari Universitas Halu Oleo meninggal dunia akibat terkena peluru tajam dan hantaman benda keras akibat dari penanganan represif para petugas keamanan.