REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak meninggalkan Maroko untuk pergi ke Tanah Suci pada 14 Juni 1325, Ibnu Batuta tak kembali lagi ke kota kelahirannya itu hingga 24 tahun lamanya. Ber awal dari Tanah Suci, ia kemudian melakukan rihlah (perjalanan) keliling dunia dari Afrika Utara, Afrika Barat, Eropa Selatan, Eropa Timur, Timur Tengah, India, Asia Tengah, Cina, Asia Timur, hingga Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Setelah pulang ke kampung halaman pada 1354, atas anjuran Sultan Abu Inan Faris, penguasa Maroko dari Bani Marin, Ibnu Batutah meriwayatkan petualangan-petualangannya kepada Ibnu Juzay, seorang alim yang pernah ia jumpai di Granada.
"Riwayat yang disusun oleh Ibnu Juzay inilah satu-satunya sumber informasi tentang petualangan-petualangan Ibnu Batutah," kata Bastian.
Judul naskah yang disusun oleh Ibnu Juzay ini seringkali hanya disebut Lawata atau Ar-Rihlah Ibnu Batutah. Kitab ini menjadi legendaris dan sarat catatan sejarah. Tak hanya di Timur Tengah dan kalangan Muslim, buku tersebut pun menjadi rujukan bangsa Barat. Buku itu kemudian diterjemahkan ke dalam banyak bahasa. Dalam bahasa Inggris misalnya, buku bertajuk Ibn Battuta, Travels in Asia and Africa 1325-1354 telah diterbitkan oleh penerbit ternama Routledge dan Kegan Paul.
Buku Ibnu Batutah tak sekadar catatan perjalanan, tapi juga rujukan sejarah dunia Islam di seluruh penjuru dunia. Ia menceritakan dengan jelas bagaimana kondisi Islam di setiap daerah yang ia kunjungi.
Ia juga menggambarkan perkembangan Islam di Tanah Suci karena beberapa kali melakukan perjalanan menunaikan ibadah haji. Bahkan, di Indonesia, Ibnu Batutah pun berjasa dalam menguak sejarah kerajaan Islam tua di nusantara, Samudra Pasai.
Bastian mengatakan, berbeda dengan kitab-kitab klasik sebelumnya yang menyebut Sumatera sebagai negeri Zabaj, Rihlah Ibnu Batutah ini sudah menyebut Nusantara dengan pulau Sumatera dan Jawa. Ia menulis bahwa bangunan-bangunan di kerajaan negeri ini tampak megah dan rapi, serta dikelilingi oleh pohon Rotan. Selain itu, kerajaan ini juga ber mazhab Syafi'i dan dipimpin oleh Malik az- Zahir.