REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -- Dibandingkan dengan jumlah penduduk, warga yang menanamkan modalnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) masih sangat minim. Bila ditotal seluruhnya, jumlah investor domestik yang membeli saham per hari baru sekitar 1.088.012 investor.
Jumlah ini sangat kecil bila dibanding total jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 261 juta jiwa. Hanya sekitar 0,438 persen,'' jelas Kepala Bursa Efek Indonesia (BEI) Perwakilan Yogyakarta, Irfan Noor, dalam Business Gathering yang digelar Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Purbalingga, Senin (30/9).
Kondisi inilah yang kemudian disikapi pemerintah dengan meluncurkan program 'Yuk Nabung Saham'. ''Melalui program ini, pemerintah mengampanyekan kepada masyarakat yang tadinya menabung hanya dalam bentuk uang, dikonversikan dalam bentuk saham,'' katanya.
Dia menyebutkan, membeli atau bermain saham di pasar modal, tidak sama dengan judi. Beberapa fatwa dari MUI, juga telah menyebutkan pasar modal Indonesia itu berbasis syariah secara konsep.
Lebih dari itu Irfan menyatakan, membeli saham di pasar modal membutuhkan modal yang besar. Hal itu sama sekali tidak benar, karena untuk membuka rekening efek di pasar modal hanya membutuhkan uang Rp 100 ribu.
''Sedangkan untuk membeli saham, memang harus membeli minimal 1 lot atau 100 lembar. Namun harga saham di BEI bervariasi, bahkan ada yang hanya Rp 50, sehingga dengan uang Rp 5.000 bisa membeli 1 lot saham satu perusahaan,'' katanya.
Dia menyebutkan, berdasarkan data kondisi investor domestik di pasar modal, pelaku investor pasar modal lebih didominasi kaum milenial. Khusus di Bursa Efek Indonesia Perwakilan Yogyakarta yang mencatat ada 44.867 investor domestik, sebanyak 35 persen didominasi kaum muda atau millenial.
Menurutnya, melalui pembelian saham di pasar modal, masyarakat juga tidak akan terjebak dalam praktik investasi bodong. ''Data yang kami terima, praktik investasi bodong ini telah memakan korban cukup banyak. Dalam kurun waktu 2007-2017, nilai kerugian korban investasi bodong tercatat mencapai Rp 105,8 triliun,'' jelasnya.