Rabu 02 Oct 2019 11:40 WIB

Ketika La Nyala Terpilih Dalam Sidang yang begitu Damai

La Nyala yang berdarah bugis kini memimpin DPD RI.

Anggota DPD termuda Jialyka Maharani (kanan) dan Anggota DPD Tertua Sabam Sirait (kiri) menjadi pimpinan DPR sementara saat pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024 di Ruang Rapat Paripurna, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (1/10/2019).
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Anggota DPD termuda Jialyka Maharani (kanan) dan Anggota DPD Tertua Sabam Sirait (kiri) menjadi pimpinan DPR sementara saat pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024 di Ruang Rapat Paripurna, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (1/10/2019).

Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

Tak ada yang menyangka  La Nyala Mahfud Mattalitti terpilih sebagai Ketua DPD RI periode 2019-2014. Apalagi selama ini sosok dia menjadi pembicaraan publik terkait soal sengkarut PSSI. Selain itu terkait juga soal pernyataan kontroversialnya  soal ‘potong leher’ kalau Jokowi kalah di Madura dalam pilpres lalu. Dan juga adanya pernyataan Prabowo terkait penolakan pencalonannya sebagai gubernur pada Pilkada Jawa Timur yang baru lalu. Pendek kata La Nyala sosok yang kerap jadi sorotan publik.

Tapi siapa yang menyangka kalau La Nyala, pada Rabu dinihari (2/10) mampu meraih kursi Ketua Umum DPD dengan sangat mulus. Bahkan diperolehnya dengan tak terlalu banyak hambatan. Suasana pemilihan begitu damai. Hampir tak ada riak. Tak ada berantem dan ribut keras seperti dalam sidang yang selama ini digelar di Gedung Parlemen di Senayan tersebut.

Saat itu, yang muncul hanya sedikit interupsi. Selain itu hanya teriakan biasa dari para peserta sidang yang tegang dalam proses penghitungan. Dalam voting menungguli Nono Sampono, Sulthan Bahtiar, dan Mahyudin. Dalam pemilihan yang ditentuakan lewat voting (pemungutan suara) ini La Nyala memperoleh 47 suara, di bawahnya Nono 40 suara.

"Ini sidang di parlemen yang memilih sosok ketua lembaga perwakilan yang paling tenang, setidaknya dalam 20 tahun terakhir. Luar biasa. Para anggota DPD tampaknya sadar betul kalau lembaganya tengah disorot publik. Mereka terlihat menahan diri untuk berbuat tidak elok. Padahal potensi suasana ‘panas’ dalam pemilihan DPD seharusnya lebih besar. Sebab, beda dengan pemilihan DPR yang bisa dikontrol oleh ketua umum partai, pemilihan di DPD ini benar-benar bebas. Semua anggota adalah ‘raja’ dan punya menjadi bos bagi dirinya sendiri sehingga bebas memilih siapa saja," kata pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, saat mengikuti sidang pemilihan Ketua Umum DPD, Rabu (2/10).

Gambar terkait

La Nyala sebenarnya bukan calon kuat dalam pemilihan tersebut. Dia hanya layaknya hanya sebatas kuda hitam’. Kalangan jurnalis DPR kerap menyebut jagoan terkuat untuk memenangkan pemilihan adalah Nono Sampurno. Ini karena dia berpengalaman sebagai pejawat dan Wakil Ketua DPD RI periode sebelumnya.

Awalnya, mereka yang hadir menyaksikan pemilihan tersebut yang berlangsung di Gedung Nusantara II kompleks parlemen tersebut, akan mengira pemilihan berlangsung tak mudah. Apalagi sebelumnya terkesan ada jegal menjagal jagoan ketua umum DPD ketika membahas tata terbit pemilihan.

Uniknya, perdebatan itu hanya muncul di sidang ‘babak penyisihan’ sebelum partai final pemilihan. Meski begitu, pernik kecil masalah ini sudah dikira banyak orang akan membawa sidang pemilihan dalam suasana panas.

Selain itu, pada awal pemilihan pemimpin sempat membuat sedikit masalah yang bisa menjadi soal besar. Pada awalnya dalam persidangan sempat disebut anggota yang masuk ada 132 orang, namun kemudian muncul angka 143 orang. Debat kecil pun segera terjadi soal selisih suara itu. Namun, oleh ketua sementara kemudian disebut dua orang tambahan baru  adalah anggota DPD yang baru tiba di ruangan, dan baru dimasukkan ke dalam daftar. Dan debat kecil ini pun segera berakhir.

Jadi, segala kekhawatiran bila sidang pemilihan ketua DPD akan berlangsung dalam ‘tempo tinggi’, ternyata hal itu tak terjadi. Apalagi, di luar juga tidak terlihat masa berdemonstrasi. Bahkan, sebelum pemilihan berlangsung, yakni sekitar menjelang pukul 20.00 WIB (selasa 1/10), para para polisi anti huru-hara yang menjaga area belakang Gedung DPR mulai ditarik pulang dengan diangkut dua bus berwarna oranye. Maka ketika sidang pemilihan itu berlangsung kompleks parlemen terasa lenggang. Kawasan Senayan malam itu terasa adem, tak terasa bau gas air mata, keriuhan semprotan air, atau teriakan ribut para demonstran.

Pada sisi lain, wajah tegang tak muncul dari para anggota DPD yang baru saja dilantik. Anggota DPD kondang, seperti Jimly Ashidiqie, GKR Ratu Hemas, Tamsil Linrung, Fadel Muhammad, dan lainnya tak memperlihatkan kening berkerut karena tegang. Mereka malah tertawa santai saja. Sabam Sirait yang memimpin sidang sebagai anggota DPD paling senior pun kalem dan ringan saja memimpin sidang. Bahkan dia memimpin sidang bersama anggota DPD termuda dengan gaya penuh canda. Duet pimpinan sidang pada pemilihan tersebut sangat harmonis layaknya hubungan antara seorang kakek dan cucu perempuannya.

Dan memang semenjak awal penghitungan suara potensi kemenangan La Nyala memang sudah terlihat. Begitu dibuka perolehan suara dia selalu memimpin. Suara yang didapat La Nyala seringkali beruntun. Di belakanynya menguntit hasil perolehan suara Nono Sampurno. Kedua sempat berkejaran, tapi Nono tak pernah bisa menyalip La Nyala. Sedangkan dua calon ketua DPD lainnya terkesan hanya menyelingi dan menimpali urutan hasil penghitungan.

Menjelang akhir penghitungan suara, suara La Nyala lebih banyak dari Nono. Bahkan, di angka-angka akhir perhitungan suara dia lebih banyak tujuh suara dari pada yang dipunyai Nono. Saat itu para pendukung La Nyala yang duduk dibagian kursi belakang mulai berteriak riuh.’’Empat, empat, empat,’’ teriak mereka menirukan sebutan panitia pemilihan ketika menyebut nomor urutan pencalonan La Nyala.

Benar saja, ketika perhitungan usai, para suporter La Nyala langsung berteriak kegirangan. Ada yang berterak ‘Merdeka’, Hidup Pancasila dan NKRI, atau teriakan penyemangat lain berhamburan. Sebagian mereka di bangku tengah belakang, ada yang membopong seseorang. Mereka semua girang bukan kepalang. Shalawat badar pun segera berkumandang. Sedangkan La Nyala begitu tahu terpilih dia langsung sujud syukur di lantai ruang pemilihan.

"Doa saya yang meminta kepada Tuhan tolong pilihlah saya ketika dirasa mampu mengemban amanah dan tolong jangan pilih saya bila tak dirasa mampu mengemban amanah, dikabulkan. Sekarang saya menjalani takdir amanat tersebut," kata La Nyala ketika dirubung para jurnalis usai penghitungan suara.

Calon lainnya. senator asal Maluku Nono Sampono yang mendapatkan 40 suara, senator asal Kalimantan Timur Mahyudin yang memperoleh 28 suara, dan senator asal Bengkulu Sultan Bachtiar Najamuddin yang meraup 18 suara. Sementara satu surat suara dinyatakan tidak sah karena abstain.

"Saudara-saudara yang tertinggi dengan persetujuan Sidang Paripurna La Nyalla Mattalitti," kata pimpinan Sidang Paripurna Sabam Sirait.

Setelah itu sidang di-break, untuk menyiapkan pengambilan sumpah jabatan. La Nyala kemudian di bawa sebuah ruangan di samping ruang sidang untuk berganti baju dan mempersiapkan pelantikan. Tak berapa lama Ketua MA pun akan segera hadir di ruamg pemilihan. Sidang pengambilan sumpah ketua DPR RI segera dilakukan. Ketua MA Hatta Ali pun segera datang dan memasuki ruang sidang. Uniknya, Hatta Ali kini harus melantik sang keponakan menjadi Ketua Umum DPD. Pelantikan pun berjalan lancar.

Setelah itu, La Nyala keluar ruang sidang. Kini statusnya sudah berubah menjadi ‘RI 7’. Sekjen DPD mengatakan semua protokol dan pengawal sudah siap. Ruangan kerja, rumah dinas pejabat negara di kompleks Widya Candra, mobil dinas, hingga pengawalan sudah langsung melayaninya.

La Nyala, Pria yang berusia 60 tahun, berdarah Bugis  dan menghabiskan waktunya di Surabaya ini kini benar-benar menyala!

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement