Kamis 03 Oct 2019 00:40 WIB

Cara Brutal Trump Setop Imigran Gelap Masuk AS

Trump bersikeras ingin membangun tembok di sepanjang perbatasan Meksiko.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Presiden AS Donald Trump saat mengunjungi bagian baru tembok perbatasan dengan Meksiko di Calexico, Kalifornia, Jumat (5/4).
Foto: AP Photo/Jacquelyn Martin
Presiden AS Donald Trump saat mengunjungi bagian baru tembok perbatasan dengan Meksiko di Calexico, Kalifornia, Jumat (5/4).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump disebut menyarankan petugas perbatasan negara menembak kaki imigran yang berusaha memasuki AS secara ilegal. Hal itu diungkap dalam buku berjudul Border Wars: Insiden Trump’s Assault on Immigration yang ditulis dua jurnalis New York Times, Michael Shear dan Julie Davis.

Dalam buku itu, Shear dan Davis mengungkap metode ekstrem yang diusulkan Trump untuk mencegah masuknya migran ke AS dari wilayah perbatasan selatan, yakni Meksiko. Selain menembak imigran gelap pada bagian kakinya, dia menyarankan cara-cara lain yang tak kalah brutal.

Baca Juga

“Secara pribadi, Presiden (Trump) sering berbicara tentang membentengi tembok perbatasan dengan parit berisi air, dipenuhi dengan ular atau buaya, dan mendorong para asistennya mencari perkiraan biaya. Dia ingin tembok itu dialiri listrik, dengan paku di atasnya yang dapat menembus daging manusia,” kata Shear dan Davis dalam bukunya, dikutip di BBC, Rabu (2/10).

Informasi itu mereka dapatkan dari hasil wawancara dengan puluhan pejabat AS yang tak dipublikasikan identitasnya. Gedung Putih belum mengomentari tentang buku karya Shear dan Davis tersebut.

Sejak kampanye pilpres 2016, Trump memang telah menyuarakan keprihatinannya atas arus migran ilegal ke AS melalui perbatasan Meksiko. Setelah resmi menjabat, hal itu menjadi salah satu prioritas kebijakannya.

Trump bersikeras ingin membangun tembok di sepanjang perbatasan Meksiko. Ia menilai cara itu efektif untuk menekan penyelundupan dan jumlah imigran gelap yang masuk ke AS.

Pada Desember tahun lalu, Trump mengajukan dana sebesar 5,7 miliar dolar AS untuk membangun tembok perbatasan AS-Meksiko. Namun rancangan anggaran itu ditolak Kongres. Selain dinilai sebagai pemborosan anggaran, pembangunan tembok perbatasan dianggap tak sesuai dengan moral AS.

Namun, Trump bersikukuh memperoleh dana tersebut. Sementara Kongres tetap mempertahankan pendiriannya. Akibat tarik ulur tersebut, AS harus mengalami penutupan parsial pemerintah atau shut down selama 35 hari yang berakhir pada 25 Januari lalu. Itu merupakan shut down terlama sepanjang sejarah AS.

Selama shutdown berlangsung, badan atau dinas-dinas federal harus menghentikan semua operasi dan layanan yang dianggap tidak penting. Para pegawai yang bekerja di badan atau dinas terkait diberhentikan atau diperintahkan mengambil cuti sementara tanpa memperoleh upah atau gaji.

Sedangkan mereka yang bekerja di ranah vital, seperti penegakan hukum dan keamanan, tetap harus berdinas. Namun, mereka tak akan mendapatkan upah atas pekerjaan yang dilakukannya.

Shut down tentu menghambat jalannya pemerintahan dan berimbas langsung pada kehidupan publik. Pada shut down Desember lalu, sekitar 800 ribu pekerja pemerintah federal belum memperoleh gaji, termasuk di dalamnya agen FBI dan para pekerja di dinas keamanan bandara.

Guna menghindari hal itu terjadi lagi, House of Representative menyutujui anggaran 1,4 miliar dolar AS pada Februari lalu. Namun, dana tersebut bukan untuk membangun tembok, melainkan kebutuhan keamanan di wilayah perbatasan AS-Meksiko.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement