REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) meminta Korea Utara (Korut) menahan diri dan tak melakukan provokasi serta tetap berkomitmen dalam melakukan negosiasi denuklirisasi. Hal itu diungkapkan setelah Korut menembakkan rudal balistik di lepas pantai timur negaranya, Rabu (2/10).
“Kami menyerukan (Korut) untuk menahan diri dari provokasi, mematuhi kewajiban mereka di bawah resolusi Dewan Keamanan PBB, dan tetap terlibat dalam negosiasi substantif serta berkelanjutan untuk melakukan bagian mereka guna memastikan perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea dan mencapai denuklirisasi,” kata seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS.
Korut dilaporkan menembakkan rudal balistik dari kapal selam. Rudal diluncurkan di dekat pelabuhan Wonsan. Berdasaran pengamatan, rudal itu mencapai ketinggian 910 kilometer dan mendarat di Laut Jepang.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe segera mengecam peristiwa tersebut. Dia mengatakan Korut telah melakukan pelanggaran terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB yang melarangnya menggunakan teknologi rudal balistik.
Penembakan rudal balistik itu dilakukan tak lama setelah Pyongyang mengumumkan akan mengadakan dialog tingkat kerja dengan AS untuk membahas masalah denuklirisasi. Wakil Menteri Luar Negeri Korut Choe Son Hui mengatakan pembicaraan itu diagendakan digelar pada Jumat (4/10) mendatang. Namun, dia belum memberitahu di mana dialog itu akan berlangsung.
Choe hanya menyatakan para pejabat di negaranya siap untuk melakukan diskusi. “Ini adalah harapan saya negosiasi tingkat kerja akan mempercepat perkembangan positif hubungan Korut-AS,” kata Choe dalam sebuah pernyataan yang disiarkan kantor berita Korut, Korean Central News Agency (KCNA), Selasa (1/10).
Sebelumny, Choe menekankan AS perlu menghadirkan pendekatan baru jika tak menginginkan pembicaraan tentang denuklirisasi kembali berakhir tanpa kesepakatan. “Saya ingin percaya AS keluar dengan alternatif berdasarkan metode perhitungan yang melayani kepentingan kedua belah pihak dan dapat diterima oleh kami," kata dia pada September lalu
“Jika AS bermain dengan skenario lama yang tidak ada hubungannya dengan metode baru pada pembicaraan tingkat kerja yang akan diadakan pasca-kesulitan, kesepakatan antara kedua belah pihak dapat berakhir,” ujar Choe.
Perundingan denuklirisasi antara AS dan Korut yang berlangsung di Hanoi, Vietnam, pada Februari lalu diketahui berakhir tanpa kesepakatan. Hal itu disebabkan karena kedua belah pihak mempertahankan posisinya tentang penerapan sanksi.
Korut, yang telah menutup beberapa situs uji coba rudal dan nuklirnya, meminta AS mencabut sebagian sanksi ekonominya. Namun, AS tetap berkukuh tak akan mencabut sanksi apa pun kecuali Korut telah melakukan denuklirisasi menyeluruh dan terverifikasi.