REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah kalangan mahasiswa dan pelajar, giliran kalangan buruh yang melakukan aksi demonstrasi, Rabu (2/10). Mereka menyampaikan tiga tuntutan kepada DPR periode 2019-2024 yang baru saja dilantik.
Para buruh sedianya ingin menggelar aksi di depan gedung DPR/MPR. Namun, kepolisian tak mengizinkan karena alasan keamanan. Massa akhirnya menggelar aksi di sekitar Jalan Gatot Subroto, dekat kompleks parlemen.
Ketua Harian Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhammad Rusdi menyampaikan, buruh meminta DPR dan pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, membatalkan rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan, dan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Rusdi mengatakan, para buruh awalnya berharap dapat bertemu langsung dengan Puan Maharani sebagai ketua DPR baru. Ini supaya aspirasi mereka bisa didengar langsung oleh mantan menteri koordinator bidang pembangunan manusia dan kebudayaan tersebut. "Kami ingin bertemu dengan pimpinan DPR untuk memastikan kesejahteraan buruh meningkat, bukan dikurangi," ujar Rusdi di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Rabu (2/10).
Buruh yang sudah memadati lokasi aksi unjuk rasa sekitar pukul 11.00 WIB sempat melobi pihak DPR agar mengatur pertemuan dengan Puan. Namun, mereka tak mendapat kepastian hingga pukul 15.00 WIB. Buruh pun akhirnya membubarkan diri karena gagal bertemu Puan. Sebaliknya, pihak Puan tidak memberikan pernyataan terkait permintaan buruh tersebut.
Aksi demonstrasi di dekat gedung DPR diikuti berbagai asosiasi buruh. Mereka berorasi dengan tertib. Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, pihaknya menggunakan strategi KLAP (konsep, lobi, aksi, dan politik) dalam memperjuangkan tuntutannya. Ketika konsep sudah dibuat, selanjutnya lobi dilakukan untuk menyampaikan gagasan dan pikiran kaum buruh.
Dengan strategi itu, ia ingin mengubah pandangan masyarakat terhadap massa buruh yang menggelar aksi demonstrasi. Sebab, selama ini massa buruh kerap dianggap sebagai kelompok yang anarkis dan merusak fasilitas dalam aksinya. "Kami menjaga kondusifitas ya biar suasana tenang damai, tidak menambah beban rakyat. Bagi kami adalah rakyat, bukan elite. Rakyat adalah segala-galanya," ujar Said di lokasi aksi.
Rohaniwan mengambil sumpah pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024 Ketua Puan Maharani (kedua kiri), Wakil Ketua M Aziz Syamsuddin (ketiga kiri), Sufmi Dasco Ahmad (ketiga kanan), Rachmat Gobel (kedua kanan) dan Muhaimin Iskandar (kanan) saat pelantikan melalui Rapat Paripurna ke-2 Masa Persidangan I Tahun 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2019).
Tertibnya massa buruh yang menggelar aksi hari ini mendapatkan pujian dari Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Edy yang turun langsung memantau jalannya aksi di Jalan Gatot Subroto. Menurut dia, aksi yang dilakukan oleh buruh berlangsung tertib tanpa mengurangi esensi dalam mengkritik dan menyampaikan tuntutannya.
"Saya ingin mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada sahabat saya dari buruh yang datang. Saya lihat sangat banyak hari ini, tapi kegiatan dilaksanakan dengan tertib," ujar Gatot.
Gatot berharap aksi buruh dapat menjadi contoh elemen masyarakat yang hendak melakukan aksi. Sebab, dalam beberapa hari terakhir, sejumlah aksi yang diinisiasi sejumlah kelompok berakhir dengan kericuhan. "Teman-teman buruh menunjukkan tentang cara-cara menyampaikan aspirasi yang benar tertib dan ini bisa dicontoh elemen masyarakat lainnya, baik orang, kelompok, dan lain sebagainya. Hidup buruh," ujar Gatot.
Said mengatakan, para buruh akan terus menyuarakan haknya kepada pemerintah dan DPR. Dia menambahkan, buruh juga sangat menanti janji Presiden Joko Widodo saat melakukan pertemuan dengan para buruh di Istana Bogor, Senin (30/9). Saat itu, Jokowi berjanji bakal mempertimbangkan tuntutan buruh yang menolak kenaikan iuran BPJS serta PP Pengupahan.
"Penyampaian aspirasi langsung ke Jokowi pada Senin lalu belum cukup. Perlu adanya aksi agar aspirasi juga didengar oleh anggota DPR dan pemerintah," katanya.
Serikat Pekerja Nasional (SPN) yang turut berunjuk rasa berharap pemerintah merevisi PP Pengupahan. Mereka menilai mekanisme penetapan upah minimum dalam peraturan tersebut merugikan buruh. "PP Pengupahan harus direvisi karena ternyata ada masalah tentang mekanisme penetapan upah minimumnya," kata Ketua Umum SPN Joko Haryono saat memimpin jalannya aksi dari dari ratusan perwakilannya di kawasan DPR/MPR.
Ia berpendapat, ukuran penetapan upah minimum seharusnya dibuat berdasarkan tingkat perekonomian di daerah masing-masing, bukan dengan parameter inflasi nasional. "Namanya UMK itu upah minimum kabupaten, UMP itu upah minimum provinsi, enggak boleh kemudian diputuskan dengan menggunakan parameter inflasi nasional. Yang inflasinya rendah, dipaksa harus tinggi (upah minimumnya). Yang tinggi, ditekan rendah."
Oleh karena itu, dalam unjuk rasa yang diikuti oleh puluhan ribu buruh itu, massa buruh menuntut agar penetapan upah minimum dibuat berdasarkan tingkat ekonomi atau inflasi di masing-masing daerah. Dengan begitu, jika ada tuntutan kenaikan upah, hal tersebut ditujukan untuk menyesuaikan upah buruh tersebut dengan tingkat ekonomi dan daya beli masyarakat di daerah tersebut.
Selain menuntut revisi PP Pengupahan, SPN menolak UU ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 yang dianggap merugikan buruh dan menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan, khususnya kelas 3.
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nuwa Wea (kiri) dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal memberikan keterangan kepada wartawan usai melakukan pertemuan di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (30/9/2019).
Serap aspirasi
Istana Kepresidenan menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyerap aspirasi yang disuarakan para buruh. Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyampaikan, Presiden Jokowi bahkan telah berkomunikasi dengan perwakilan buruh. Pada Senin (30/9), Jokowi mengundang Presiden Konfederasi Serikat Pekerja (KSPI) Said Iqbal dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nuwa Wea ke Istana Bogor.
"Presiden sudah mengetahui dan memahami apa yang menjadi tuntutan buruh. Tentunya pemerintah juga melihat dan menyadari apa yang disampaikan buruh berkaitan dengan basic need mereka," ujar Pramono, Rabu (2/10).
Pemerintah, ujar Pramono, akan mempertemukan kebutuhan pelaku industri dan kebutuhan para buruh untuk tetap sejahtera. Ia menyadari, pelaku industri memberi masukan agar iklim industri di Tanah Air tetap kompetitif. Namun, di sisi lain, ujarnya, pemerintah tidak ingin kebijakan sektor industri justru menekan kesejahteraan buruh dan pekerja.
"Ini tugas pemerintah untuk mempertemukan, mencari jalan keluar, supaya apa yang menjadi aspirasi buruh bisa terpenuhi kemudain dunia usaha ketika trade war terjadi," katanya. n nawir arsyad akbar/sapto andika candra/antara ed: satria kartika yudha