Kamis 03 Oct 2019 09:47 WIB

Lebih dari Seribu Pengungsi Tewas di Mediterania

Mereka kerap gagal dan tenggelam di Laut Tengah.

 Seorang anak pengungsi Suriah berteriak usai berhasil menyeberangi lautan mencapai pantai Pulau Lesbos di Yunani. (REUTERS/Yannis Behrakis)
Seorang anak pengungsi Suriah berteriak usai berhasil menyeberangi lautan mencapai pantai Pulau Lesbos di Yunani. (REUTERS/Yannis Behrakis)

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- PBB mengatakan, tahun ini ada lebih dari seribu imigran dan pengungsi yang tewas di Laut Mediterania atau Laut Tengah. PBB menambahkan bahwa tahun ini puncak terparah di jalur yang kerap ditempuh pengungsi itu sudah terjadi.

Badan pengungsi PBB, UNHCR, meminta anggota Uni Eropa (UE) untuk menggelar operasi penyelamatan dan pencarian yang lebih aktif lagi. UE juga diminta mengakui peran krusial organisasi kemanusian yang melakukan penyelamatan di perairan tersebut.

"Tragedi Laut Tengah tidak bisa dibiarkan terus berlanjut," kata juru bicara UNHCR, Charlie Yaxley, dalam pernyataannya, seperti dilansir dari Voice of America, Rabu (2/10).

Pada Senin (30/9) ada lima jenazah imigran yang ditemukan di pantai Maroko dekat Kasablanca. Hal ini membuat jumlah korban tewas dalam perahu yang mencoba mencapai Eropa pada hari Sabtu (28/9) menjadi 12 orang.

Uni Eropa menandatangani kesepakatan dengan Ankara pada 2016 lalu untuk memangkas jumlah pengungsi dan imigran yang datang ke Yunani. Kini pengungsi dan imigran menyeberang dari Libya dan beberapa wilayah Afrika Utara.

Mereka kerap gagal dan tenggelam di Laut Tengah. Data UNHCR menunjukkan jumlah pengungsi turun drastis dari 1 juta orang pada tahun 2015 menjadi 78 ribu orang tahun ini.

"Tentu jumlah orang yang mencoba untuk menyeberangi Mediterania lebih rendah. Jadi, itu faktanya, perjalanannya sendiri lebih berbahaya," kata juru bicara UNHCR lainnya, Liz Throssell, kepada Reuters Television.

photo
Imigran yang selamat dievakuasi. (ilustrasi)

Sistem jalur cepat

Pekan depan empat anggota UE dilaporkan akan meminta rekan-rekannya di UE mendukung sistem jalur cepat. Sistem itu diharapkan dapat membantu migran yang membutuhkan pertolongan di Laut Mediteriania. Sistem itu juga dirancang untuk dapat menyalurkan migran yang mencari suaka ke negara-negara yang bersedia menerima mereka.

Keempat negara itu adalah Jerman, Prancis, Italia, dan Malta. Sistem jalur cepat itu meliputi proses pemeriksaan migran, penempatan pencari suaka, dan memulangkan migran yang tidak mengajukan suaka atau tidak memenuhi syarat. Semua itu dilakukan dalam waktu empat pekan. Informasi tersebut dikutip dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) pengawas kemerdekaan sipil, Satetwatch.

Sistem jalur cepat itu juga akan berlaku sekurangnya enam bulan, kecuali jika gelombang migran meningkat tajam. Jika itu terjadi, UE harus menyediakan bantuan keuangan, teknis, dan operasional.

Namun, keempat negara UE tersebut juga memperingatkan LSM yang mengawasi perahu-perahu migran di Laut Mediterania. Empat negara ini menegaskan bahwa memfasilitasi migrasi ilegal di laut merupakan pelanggaran. Sementara itu, mereka juga mengatakan, aktivitas secara teratur memfasilitasi migrasi yang musiman memiliki risiko tertentu yang mengkhawatirkan. nLintar Satria reuters/ap ed: yeyen rostiyani

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement