REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di era revolusi industri 4.0, banyak pekerjaan manusia yang akan digantikan oleh robot atau kecerdasan buatan. Penelitian menunjukkan pekerjaan yang bersifat pengulangan dan menghafal telah mulai tergerus oleh perkembangan teknologi otomatisasi, robot, dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Namun demikian, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengindikasikan terdapat beberapa keterampilan manusia yang tidak mudah digantikan mesin, misalnya empati, kreativitas, dan keahlian analitis atas masalah yang bersifat kompleks. Oleh karena itu, agar menjadi sumber daya manusia (SDM) unggul di era teknologi saat ini, individu perlu mengasah kemampuan tersebut dengan terus memanfaatkan perkembangan teknologi. Hal ini disampaikan Menkeu pada acara Milad Universitas Aisyiyah (UNISA) dengan tema "Mendidik Generasi Unggul Cendekia untuk Kemandirian Ekonomi Bangsa" di Gedung B, UNISA Yogyakarta, Rabu (2/10).
"Teknologi (industri 4.0) bisa merusak atau menghancurkan lapangan kerja yang selama ini dilakukan oleh manusia. Lapangan kerja yang bersifat manual, repetitif sangat mudah diganti oleh robot dan terkena dampak otomatisasi," ujar Sri Mulyani.
Mulyani menyampaikan pendekatan pendidikan yang hanya memfokuskan pada pengembangan IQ (intelligence quotient) anak didik saja tanpa mengasah kemampuan EI (emotional intelligence) tidak lagi relevan saat ini dan di masa depan. Ia menilai ilmu yang sifatnya memorizing, menghafal akan sangat mudah digantikan oleh artificial intelligence.
"Sekarang ini robot IQ-nya mudah mencapai 700 bahkan sekarang sudah 70 ribu. (Sedangkan) Orang dengan IQ 150 sudah dianggap jenius. Jadi, jika harus berkompetisi dengan robot dari sisi IQ, maka kemungkinan manusia akan dikalahkan," lanjutnya.
Menkeu menegaskan agar generasi muda mengasah keahlian yang tidak hanya bersifat kognitif tetapi juga mengasah kepekaan, rasa, dan kreativitas. Individu dengan menggabungkan segala keahlian tersebut, diharapkan dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang kompleks dan rumit yang memerlukan penanganan tidak hanya mengandalkan kecerdasan tetapi juga empati dan inovasi.
"Kita harus mampu mendidik manusia yang tidak hanya memorizing, melakukan manual work, tetapi yang mampu melakukan analytical work, kreativitas, suatu komplek problem solving. Itu hanya bisa dilakukan oleh manusia melalui interaksi otak dan hati. Robot bisa menggantikan (kecerdasan) otak kita tapi dia tidak bisa meng-create hati," ucap Menkeu.
Dia menyarankan UNISA dapat mendesain kurikulum yang sesuai perkembangan jaman. Ilmu dan keahlian yang akan bersifat jangka panjang (long lasting) perlu diidentifikasi, dipertahankan dan ditingkatkan dengan memanfaatkan teknologi yang berkembang secara cepat.