REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar sidang kabinet paripurna terakhir dalam periode kepemimpinan 2014-2019. Pembahasan utama dalam sidang kali ini adalah evaluasi pelaksanaan program kerja pemerintah yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Hasilnya, sektor ekonomi disebut menjadi yang terberat dalam lima tahun kepemimpinan Jokowi, dibanding empat sektor lainnya seperti pembangunan manusia, pembangunan sektor unggulan, pemerataan, serta sektor politik, hukum, pertahanan, dan kemaanan.
"Dari setiap dimensi, dimensi ekonomi mungkin yang paling berat. Karena pencapaiannya 50:50 antara yang tercapai dan sulit tercapai," ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro usai mengikuti sidang kabinet, Kamis (3/10).
Sejumlah target yang berhasil dicapai pemerintahan Jokowi di sektor ekonomi, di antaranya adalah tingkat inflasi rendah, penurunan tingkat pengangguran terbuka, dan perluasan penyediaan lapangan kerja. Sedangkan target yang hingga kini belum bisa tercapai, terutama adalah pertumbuhan ekonomi dan rasio pajak yang masih di bawah target.
Khusus untuk pertumbhan ekonomi, Bambang menjabarkan bahwa capaian pertumbuhan ekonomi rata-rata sepanjang 5 tahun terakhir tak jauh dari 5 persen. Padahal target pertumbuhan ekonomi tahun 2019 saja dipatok sebesar 8 persen dalam RPJMN 2015-2019. Capaian rata-rata pertumbuhan periode ini juga lebih rendah ketimbang capaian angka rata-rata pertumbuhan ekonomi dalam RPJMN sebelumnya, yang berkisar di angka 5,5 persen hingga 6 persen.
Namun Bambang punya penjelasan mengapa pertumbuhan ekonomi nasional selama 5 tahun belakangan tak mampu jauh lebih tinggi dibanding periode 2010-2014. Ia mengingatkan, periode 2010-2014 diwarnai dengan booming harga komoditas yang membuat sejumlah harga komoditas andalan Indonesia, termasuk pertambangan dan perkebunan, naik tajam. Kondisi ini membuat angka pertumbuhan ekonomi naik cukup tinggi.
"Dan ketika kabinet ini dimulai kita tahu bahwa booming harga komoditas sudah berakhir dan akibatnya kiat tumbuh di seputaran 5 persen yang mungkin dianggap lebih rendah tetapi paling tidak ini termasuk relatif tinggi untuk ekonomi sebesar Indonesia," jelas Bambang.
Di sisi lain, Bambang menyampaikan, inflasi menjadi salah satu capaian tersukses pemerintahan Jokowi. Sejak 2015 hingga 2019 ini, tingkat inflasi bisa dijaga rendah di kisaran 3-4 persen. Inflasi yang rendah diyakini mampu mendorong daya beli masyarakat.
Sementara untuk sektor selain ekonomi, target-target pemerintah relatif lebih banyak yang tercapai. Bambang menyebutkan, pada dimensi pembangunan manusia dan masyarakat berhasil meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Tahun 2016 lalu, angka IPM Indonesia masih berada di level 70, sementara di tahun 2019 naik menjadi 72. Pemerintah juga berhaisl menurunkan jumlah anak-anak yang menderita stunting dan prevalensi penderita TBC.
Untuk dimensi pembangunan sektor unggulan, pemerintah disebut berhasil mengurangi waktu dwelling time di pelabuhan menjadi 3,32 hari pada 2019. Selain itu, rasio elektrifikasi juga dicapai di atas 98 persen, lebih tinggi ketimbang target dalam RPJMN 2015-2019 sebesar 96,6 persen.
Kemudian untuk dimensi pemerataan dan kewilayahan, pemerintah mengklaim berhasil menurunkan angka ketimpangan pengeluaran (rasio gini) dari sebelumnya di atas 0,4 menjadi di kisaran 0,382.
"Terakhir dimensi Polhukam. Mayoritas tercapai. Target partisipasi politik 77,5 persen, ternyata tercapai 81,7 persen. Namun, yang sulit tercapai misalnya terkait penegakan hukum," ujar Bambang.