Jumat 04 Oct 2019 09:25 WIB

Kisah Yadi Cium Tangan ke Ibunya Sebelum Meninggal Saat Demo

Aldo dan Yadi sempat dimasukkan ke dalam mobil polisi.

Situasi aksi demonstrasi mahasiswa di depan Gedung DPR/MPR RI pukul 16.58 WIB. Polisi terus memukul mundur mahasiswa dengan menggunakan gas air mata.
Foto: Republika/Prayogi
Situasi aksi demonstrasi mahasiswa di depan Gedung DPR/MPR RI pukul 16.58 WIB. Polisi terus memukul mundur mahasiswa dengan menggunakan gas air mata.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang demonstran Maulana Suryadi alias Yadi (23) sempat meminta maaf kepada ibunya, Maspupah (50) sebelum ikut demo dan meninggal dunia. Unjuk rasa pada 25 September lalu di sekitaran DPR/MPR diketahui berakhir rusuh.

"Terus cium tangan, maafin Yadi ya bu, cium tangan lagi," kata Maspupah di Jakarta, Jumat. Dengan nada pilu, Maspupah menuturkan Yadi juga sempat memijat badan dirinya seraya terus meminta maaf dan mencium tangan.

Baca Juga

Selain itu, Maspupah mengisahkan, temannya Yadi yang bernama Aldo. Aldo sempat bercerita bahwa mereka ditangkap petugas kepolisian ketika berunjuk rasa di sekitar Slipi, Jakarta Barat.

"Temannya baru keluar tuh si Aldo, di dalam penjara katanya. Tangkapnya berdua sama Yadi. Saya tanya sama Aldo bagaimana kejadiannya?" ujar Maspupah.

Berdasarkan penjelasan Aldo, Maspupah menuturkan, saat itu Aldo dan Yadi berdemo di jalan layang Slipi. Keduanya lantas ditangkap polisi dan dimasukkan ke dalam mobil.

Di dalam mobil terdapat beberapa orang. Kemudian Aldo dan Yadi tidak sadarkan diri. Setelah siuman Aldo sudah berada di dalam penjara, sedangkan keberadaan Yadi tidak diketahui.

Selanjutnya, polisi menghubungi Maspupah menanyakan keberadaannya saat itu Maspupah sudah berada di rumah usai pulang kerja. Kemudian, pada Kamis (26/9) sekitar pukul 20.00 WIB, Maspupah kedatangan delapan orang yang menumpang dua mobil dan diperlihatkan jasad Yadi.

"Polisi ngajak makan dulu. Nggak ah makasih udah kenyang. Polisi bilang Maulana udah gak ada, sabar ya. Saya kaget, nangis. Orang dia masih keadaan sehat," ujar Maspupah.

Maspupah juga sempat ke Rumah Sakit Polri Kramatjati Jakarta Timur untuk mengurus jasad Yadi dengan disodorkan surat pernyataan mengenai penyebab kematian Yadi.

Menurut Maspupah, surat pernyataan itu berisi Yadi meninggal dunia akibat terkena gas air mata dan penyakit asma.

"Abis itu saya dipanggil sama polisi ke kamar, ngasih amplop buat ngurus biaya jenazah Yadi, Rp 10 juta. Saya gak banyak omong, takut," Maspupah menceritakan.

Maspupah juga melihat jasad Yadi yang mengeluarkan darah dari telinga bahkan sempat menanyakan hal itu. Namun jawaban dari petugas disebabkan karena penyakit asma.

Saat dimakamkan pun menurut Maspupah, tidak ada petugas kepolisian yang hadir dan jasad mengeluarkan darah.

Wanita berusia 50 tahun itu mengungkapkan teman Yadi bernama Aldo sempat mendekam di penjara selama tiga hari dan membantah ikut demo. "Dia cerita bukan demo, cuma lihat," tutur Maspupah.

Ibu korban menyatakan tidak terima jika Yadi dipukuli hingga meninggal dunia karena dituduh ikut demo yang berujung ricuh. "Dunia akhirat saya tidak terima. Tapi kalau anak saya meninggal karena dari Allah, saya ikhlas," ujar Maspupah.

Wanita yang bekerja menjaga lahan parkir itu mengakui putranya mengidap asma karena turunan dari sang ayah, bahkan terkadang Yadi merasakan sesak nafas saat kambuh.

Maspupah mengatakan suaminya sudah meninggal dunia sehingga Yadi menjadi tulang punggung untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan seorang pedemo tewas saat demonstrasi yang berujung rusuh di sekitar Gedung DPR/MPR RI pada pada Rabu (25/9).

Tito menegaskan pedemo yang tewas itu bukan dari kalangan pelajar dan mahasiswa namun kelompok perusuh. Kapolri juga membantah penyebab kematian korban bukan karena tindakan represif dari aparat yang menangani aksi massa rusuh.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement