REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Tak ada seorang pun dari Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) mendengarkan percakapan telepon Juli lalu antara Presiden Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy. Percakapan tersebut menjadi fokus penyelidikan pemakzulan oleh House of Representative.
Demokrat menuduh Trump memanfaatkan bantuan militer AS sebagai gebrakan dalam upaya meminta Ukraina menyelidiki pesaing dari Demokrat, Joe Biden, menjelang pemilihan presiden November 2020. Percakapan itu dan yang juga didengar oleh Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, menjadi masalah kepentingan Kongres.
Juru bicara Pentagon Jonathan Hoffman, mengatakan dalam jumpa pers, Kamis (4/10), kantor penasihat umum departemen itu mengarahkan semua dokumen dan rekaman terkait Ukraina yang diberikan untuk katalog dan peninjauan. Ia mencatat kepentingan Kongres kemungkinan diselidiki oleh jenderal inspektur Pentagon.
Demokrat meluncurkan penyelidikan pemakzulan terhadap Trump. Presiden dari Partai Republik itu, yang membantah melakukan kesalahan, pada Juli meminta mitranya Ukraina agar menyelidiki apakah Biden, wakil presiden Barack obama, telah menutup penyelidikan sebuah perusahaan migas. Dewan perusahaan tersebut diduduki oleh putra Biden, Hunter.
Percakapan itu terjadi setelah Trump menyuruh pemerintah membekukan bantuan militer. Ia kemudian membatalkan pembekuan tersebut dan Pentagon melanjutkan pengiriman bantuan ke Ukraina.
Dalam konferensi pers terpisah, kepala pasukan AS di Eropa mengatakan ia mendukung pengiriman tambahan rudal anti-tank Javelin ke Ukraina. "Saat ini saran militer saya adalah saya rasa kita harus meneruskan itu," kata Jenderal Pasukan Udara, Tod Wolters kepada awak media di Pentagon, mengacu penjualan rudal Javelin tambahan ke Ukraina.
Pada Kamis Departemen Luar Negeri mengumumkan menyetujui potensi penjualan 150 rudal Javelin ke Ukraina. Ukraina terjerembab dalam konflik dengan separatis pro-Rusia di timur negara tersebut.