REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI -- Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sulawesi Tenggara bersinergi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk menjamin keselamatan para saksi kematian dua orang mahasiswa di Kendari. Kepala Ombudsman Perwakilan Sultra Mastri Susilo mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan penyidik kepolisian untuk kepentingan perlindungan saksi tersebut.
"Siapa pun yang memberikan informasi atau yang beriktikad memberikan keterangan tentang meninggalnya Randi (21 tahun) dan Muh Yusuf Kardawi (19) dalam serangkaian aksi unjuk rasa di gedung DPRD Sultra, Kamis (26/9), dijamin kerahasiaannya," kata Mastri di Sabtu (6/10).
Menurut dia, penyidik mengajak pihak yang memiliki bukti atau siapa pun yang menyaksikan kejadian tragis tersebut membantu pengungkapan kematian dua mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) tersebut. Ombudsman, kata dia, berkomitmen mengawal pengungkapan pelaku penembakan Randi dan pelaku penganiayaan Yusuf karena bertentangan dengan prinsip demokrasi dan Hak Azasi Manusia (HAM).
Sejak pekan lalu, tim investigasi Mabes Polri telah memeriksa enam personel jajaran Polda Sultra yang diduga menyalahi standar operasional prosedur (SOP) pengamanan unjuk rasa. Akibatnya, aksi itu menyebabkan jatuh korban jiwa dari kalangan mahasiswa. Keenam personel yang diperiksa adalah DK, DM, MI, MA, H, dan E.
Tim investigasi Divisi Profesi dan Pengamanan Polri mengungkap enam orang personel dari Polda Sultra dan Polres Kendari itu membawa senjata api saat pengamanan unjuk rasa menolak revisi KUHP dan UU KPK di gedung DPRD Sultra, Kamis (26/9).
Randi yang merupakan mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan UHO dinyatakan meninggal akibat luka tembak di dada sebelah kanan pada Kamis (26/9) sekitar pukul 15.30 Wita. Sedangkan, Muh Yusuf Kardawi meninggal setelah menjalani operasi di RSUD Bahteramas akibat luka serius di bagian kepala pada Jumat (27/9).
Mahasiswa berjalan menuju gedung DPRD Sulawesi Tenggara untuk melakukan aksi unjuk rasa di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (26/9/2019).
Selain peserta aksi, penembakan juga dialami seorang ibu hamil enam bulan yang sedang tertidur lelap di rumahnya Jalan Syeh Yusuf, Mandonga, Kota Kendari sekitar pukul 16.00 Wita, Kamis (26/9). Identifikasi sementara disebutkan peluru yang diangkat dari betis ibu hamil berkaliber 9 milimeter.
Rumah korban yang berkonstruksi permanen berjarak sekitar 2 kilometer dari gedung DPRD Sultra yang menjadi konsentrasi pengamanan aksi unjuk rasa oleh aparat kepolisian. Rabu (2/10) lalu, Kepala Polda Sultra, Brigjen Merdisyam menjamin proses investigasi kasus terbunuhnya dua mahasiswa akan berjalan transparan dan terbuka.
"Pengawasan akan dilakukan tim eksternal di bawah Ombudsman yang ada. Ini salah satu bentuk keterbukaan kami," kata Merdisyam.
Selain itu, Merdisyam mengungkapkan, penanganan kasus Randi dan Muhammad Yusuf Kardawi akan dilaksanakan secepatnya. Menurut dia, tidak boleh ada sesuatu yang lewat dalam penyidikan itu, terutama data dan faktanya. "Karena ini tanggung jawab kami kepada publik," kata dia.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian, kata dia, telah membentuk tim investigasi dengan melibatkan Kabareskrim Komjen Idham Asis, Propam, dan Intelkam. "Saya meminta jika mahasiswa ada informasi atau bukti, kami menunggu informasi itu diberikan kepada kami," kata dia.
Di Jakarta, per Jumat pekan lalu, polisi telah mengamankan 1.365 orang yang terlibat bentrokan antara massa aksi dengan aparat di sekitar Kompleks Parlemen Senayan. Polisi menetapkan 380 di antaranya sebagai tersangka. "Kita tetapkan tersangka sekitar 380 tersangka, dari 380 itu ada 179 kita tahan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono. n ed: ilham tirta