REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Ilegal (Satgas 115) memusnahkan 21 kapal ikan sepanjang pekan lalu. Pemusnahan tersebut sebagai tindak lanjut atas putusan dari kejaksaan agung.
Sebanyak 18 Kapal Perikanan Asing (KIA) ilegal yang terdiri dari 16 kapal berbendera Vietnam dan dua kapal berbendera Malaysia dimusnahkan dengan cara ditenggelamkan di Pulau Datuk, Mempawah, Kalimantan Barat, pada Ahad (6/10). Penenggelaman dipimpin langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti selaku Komandan Satgas 115.
Pada 4 Oktober 2019, sebanyak tiga kapal telah dimusnahkan di Perairan Sambas dengan cara dihancurkan dan mesinnya ditenggelamkan. Itu karena ketiga kapal asing berbendera Vietnam tersebut sudah rusak, sehingga tidak memungkinkan untuk ditenggelamkan.
Pemusnahan 21 kapal tersebut merupakan rangkaian dari rencana pemusnahan 42 kapal ikan ilegal yang dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap dari lembaga peradilan.
Adapun kapal lainnya rencananya akan di musnahkan secara serentak pada tanggal 7 Oktober 2019 yakni di Belawan enam kapal, Batam enam kapal, dan Natuna tujuh kapal.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, menyatakan bahwa pemusnahan barang bukti kapal pelaku illegal fishing dilakukan tidak hanya dalam rangka melaksanakan amanah undang-undang perikanan. Namun juga mengamankan visi misi Presiden Joko Widodo untuk menjadikan laut sebagai masa depan negara, serta memastikan kesejahteraan masyarakat agar dapat mencukupi kebutuhan ekonominya dari hasil laut.
Ia menegaskan, pemusnahan kapal dengan cara ditenggelamkan merupakan hal rutin yang dilakukan Satgas 115. Namun, dalam prakteknya, untuk menghemat waktu dan efisiensi anggaran maka hanya dilakukan hampir satu atau dua kali dalam setahun.
“Bukan berarti para pelaku illegal fishing ini tidak dihukum, kita kumpulkan hingga akhirnya inchract-nya cukup banyak dan kita lakukan penenggelaman," kata Susi dalam keterangan resmi, Senin (7/10).
Susi menegaskan, kedaulatan sangat penting dalam memulai program pembangunan, dan rencana program-program pemerintah untuk masyarakat kelautan dan perikanan.
“Kita akan buat program pembangunan masyarakat kelautan dan perikanan, nelayan yang mau dikasih kapal, perahu, jaring jika ikannya tidak ada ya untuk apa”, tuturnya.
Susi menuturkan, sejak dibukanya izin kapal asing pada tahun 2001, lebih dari 10.000 kapal asing melaut di Indonesia. Ia mengatakan, begitu banyak kapal-kapal besar dengan alat tangkap yang merusak ekosistem.
Selain untuk memberikan deterrent effect, tindakan penenggelaman ini juga dilakukan untuk memberikan kepastian hukum di Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Menurutnya, tidak ada opsi lain untuk pelanggar kedaulatan wilayah negara dan tindak pidana pencurian ikan selain dengan cara dimusnahkan.
“Sudah saatnya kita sebagai negara mengamankan dan memastikan sumber daya alam ini ada, terus ada dan banyak, untuk kita dan anak cucu kita”, kata dia.
Menteri Susi juga menegaskan bahwa kepastian hukum yang benar, tegas, tidak ada kompromi adalah satu benteng pertahanan. Ia berpesan agar pemerintah ke depan terus mempertahankan komitmen untuk menjaga kedaulatan, dan mempertahankan keberlanjutan sumber daya ikan, karena memiliki potensi nilai melebihi migas, dan tambang.
Kepala Kejaksaan Negeri Pontianak Agus Sahat mengatakan, tindak pidana perikanan menjadi isu global yang dihadapi negara-negara di dunia. Tindak pidana ini tidak hanya berdampak pada kerusakan ekosistem dan sumber daya perikanan di laut, tetapi juga menyangkut kedaulatan negara.
“Penenggelaman kapal asing dapat menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi kedaulatan dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat," ujarnya.