REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan, masjid itu diperluas. Kini, panjang masjid mencapai 120 meter, lebarnya 100 meter. Masjid itu juga pernah diperbaiki oleh Sultan Shalahuddin al-Ayubi pada 568 H/1172 M.
Situs bersejarah ini begitu banyak mendapat perhatian dari kalangan pemerintah, dari masa pemerintahan khalifah, Dinasti Umayyah, Abbasiyah, Ayubiyyah, Mamluk, sampai Usmaniyah.
Masjid Amru Bin Ash bukan hanya tempat untuk shalat, melainkan juga menjadi pusat pendidikan Islam pertama di benua Afrika. Imam Syafii juga pernah mengajar di masjid itu. Hal itu menunjukkan bahwa Masjid Amru bin Ash telah menelurkan sarjana-sajana Muslim yang andal.
Arsitektur Masjid Tata letak aslinya adalah persegi panjang sederhana, panjang 29 meter dan lebar 17 meter. Awalnya, bangunan ini merupakan sebuah gubuk rendah dengan tiang yang terbuat dari batang pohon palem, batu, dan bata lumpur yang ditutupi oleh atap kayu dan daun-daun palem.
Lantainya terbuat dari kerikil. Itu sepenuhnya dibangun kembali pada 673 H oleh Gubernur Maslama bin Mukhallad al-Ansari yang menambahkan empat menara, satu di setiap sudut masjid, ke mudian masjid tersebut diperluas. Penambahan menara ini memungkinkan azan didengar dari setiap sudut.
Gubernur Abd al-Aziz bin Marwan menambahkan ekstensi ke masjid pada 698 H dan sekali lagi menggandakan area masjid. Pada 827 H Gubernur Abd Allah ibn Tahir membuat tambahan lebih banyak ke masjid. Bangunan itu diperbesar hingga ukurannya sekarang dan tembok selatan masjid saat ini dibangun.
Pada abad kesembilan masjid diperluas oleh Khalifah Abbasiyah al-Mamun yang menambahkan area baru di sisi barat daya, meningkatkan dimensi masjid menjadi 120x112 meter. Pada masa Fatimiyah, masjid memiliki lima menara. Ada empat dengan satu di setiap sudut dan satu di pintu masuk. Namun, kelimanya sekarang hilang.
Menara saat ini dibangun oleh Mourad Bey pada 1800. Pada 1169 kota Fustat dan masjid dihancurkan oleh api yang diperintahkan oleh wazir Mesir sendiri, Shawar, yang telah memerintahkan penghancurannya untuk mencegah kota itu dikuasai oleh Tentara Salib.
Setelah Tentara Salib diusir dan daerah itu telah ditaklukkan, pasukan Nuruddin Zanki mengambil alih ke kuasaan dan membangun kembali masjid pada 1179. Selama masa ini, Salahudin membuat bangunan di bawah sebuah menara.