REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Presiden Irak Barham Salih mengutuk kekerasan terhadap para demonstran dan jurnalis di negaranya. Dia mendesak pasukan keamanan menghormati dan menjaga hak-hak warga di sana.
Salih mengatakan gelombang demonstrasi yang terjadi selama sepekan terakhir dipicu oleh kesengsaraan yang dirasakan warga Irak. Namun dia menyesalkan aksi itu direspons dengan tindakan represif.
“Pemuda yang tewas dalam demonstrasi telah meninggalkan luka di dada yang tidak bisa disembuhkan hanya dengan jaminan. Apa yang telah terjadi harus dianggap penghasutan dan kejahatan yang tidak bisa ditoleransi,” kata Salih dalam pidato yang disiarkan pada Senin (7/10), dikutip laman Al Arabiya.
Dia meminta pasukan keamanan Irak mematuhi aturan keterlibatan dan menghindari penggunaan amunisi hidup. “Angkatan bersenjata kami, yang telah melindungi negara dan orang-orang dalam konfrontasi paling serius dengan terorisme, juga mampu melindungi warga negara dan praktik-praktik demokrasi damai mereka dalam kondisi damai,” ujarnya.
Aksi demonstrasi di Irak telah berlangsung sejak 1 Oktober lalu. Masyarakat turun ke jalan untuk memprotes permasalahan yang mereka hadapi, seperti meningkatnya pengangguran, akses terhadap layanan dasar, termasuk air dan listrik, yang terbatas serta praktik korupsi yang merajalela di tubuh pemerintahan.
Namun gelombang demonstrasi berujung dengan pertumpahan darah. Bentrokan antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan telah menyebabkan sedikitnya 104 orang tewas dan lebih dari 6.000 lainnya luka-luka.
Militer Irak telah mengakui bahwa pihaknya mengerahkan kekuatan berlebih dalam menangani para demonstran, terutama di Baghdad. Setidaknya 13 orang dilaporkan tewas akibat bentrokan di kota tersebut pada akhir pekan lalu. “Kekuatan berlebihan di luar aturan keterlibatan telah digunakan dan kami telah mulai meminta pertanggung jawaban para perwira komandan yang melakukan tindakan salah ini,” kata militer Irak dalam sebuah pernyataan pada Senin.
Panglima Angkatan Darat Irak juga telah memerintah pasukannya mundur dari Kota Sadr, yakni sebuah distrik perumahan yang luas di Baghdad. Tugas pengamanan diserahkan kepada Polisi Federal Irak.
Kepala Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia semi-resmi Irak Aqeel al-Musawi telah mengecam tindakan represif dan brutal aparat keamanan terhadap demonstran. "Tidak ada pembenaran untuk penggunaan peluru tajam terhadap demonstran damai. Pemerintah memiliki tugas untuk melindungi dan memungkinkan mereka untuk menyatakan tuntutan sah mereka dengan lancar," ujar al-Musawi.