REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani mengakui adanya pembicaraan soal portofolio menteri antara Prabowo Subianto dan pihak Istana. Pembicaraan itu seputar kemungkinan Gerindra bergabung dengan koalisi pemerintahan.
"Pembicaraan itu memang ada dan kita tidak bisa mungkiri bahwa ada pembicaraan, ada pemikiran di sekitar istana untuk itu. Sekali lagi, kita tidak serta-merta menerima tawaran itu," kata Ahmad Muzani di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Senin (7/10).
Muzani mengatakan, Gerindra menyadari posisinya di Pemilu 2019 sebagai lawan utama Joko Widodo dan koalisinya. Menurut dia, Prabowo pun belum mengajukan secara perinci posisi yang diajukan bila diajak berkoalisi.
Wakil Ketua MPR ini juga membantah adanya informasi dari Wakil Ketua Gerindra Arief Poyuono yang menyebut Prabowo meminta tiga menteri pada koalisi. Pada dasarnya, Muzani mengklaim, Gerindra hanya ingin berkontribusi dalam posisi yang bisa membuat Gerindra 'mencicil janji kampanyenya' pada masyarakat.
"Jadi, Pak Prabowo tidak gede rumongso atau tidak menggeret-geret (menarik-narik), beliau masih menunggu proses ini sebagai sebuah cara kita kelola negara bila kita ditawari dan itu betul-betul jadi tugas negara," ujar dia.
Isu seputar tawar-menawar menteri sempat mencuat saat Muzani berkontestasi sebagai kandidat ketua MPR. Dalam musyawarah, dari sembilan parpol dan satu kelompok DPD, hanya Gerindra yang mendukung Muzani menjadi ketua MPR, hingga akhirnya melunak dan Bambang Soesatyo menjadi ketua MPR.
Prabowo disebut menerima keputusan tidak dipilihnya Gerindra sebagai ketua MPR itu dengan iming-iming posisi menteri. Namun, kabar tersebut tak dibenarkan, tidak pula dibantah oleh Muzani. Ia mengaku tidak mengetahui isu tersebut.
"Saya tidak tahu, tapi saya ambil kesimpulan bisa terkait bisa tidak terkait, tapi yang pasti beliau ambil keputusan dan saya nurut saja. Saya ikut," ujar Ketua Fraksi Gerindra di DPR ini menegaskan.
Muzani menegaskan pula, Gerindra tetap menyerahkan kepada Jokowi untuk menentukan protofolio kabinetnya. Ia menyatakan, pada dasarnya Gerindra sudah memberikan pandangannya bila diajak bergabung dengan koalisi.
"Kami sudah sampaikan cara kami bisa bergabung. Kalau Presiden bisa terima itu, ya tentu kami bismillah niat bersama-sama untuk melakukan perbaikan. Tapi, kalau itu dipahami sebagai sebuah perbedaan, ya sudah itu terserah Presiden," kata dia.
Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani.
Ketua Bidang Politik dan Keamanan PDIP Puan Maharani menanggapinya dengan santai dan menyerahkan segala keputusan perihal posisi menteri kepada Presiden Jokowi terkait kabar permintaan menteri dari Gerindra. "Menteri itu hak prerogatif presiden jadi ya, kita harus menghargai prerogatif presiden," ujar Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/10).
PDIP sebagai partai pengusung Jokowi juga tak serta-merta melarangnya untuk merekrut menteri dari partai oposisi. Sebab, hal tersebut haruslah dibicarakan terlebih dahulu dengan partai lain yang berada dalam Koalisi Indonesia Kerja (KIK). "Kita ada partai lain yang kemudian bersama-sama dengan Pak Jokowi, jadi semua merupakan hak prerogatif presiden harus apa namanya, harus dibicarakan secara matang," tutur Ketua DPR tersebut.
Sementara itu, Wakil Koordinator Bidang Pratama DPP Partai Golkar Bambang Soesatyo berharap Presiden Jokowi memilih menteri yang responsif terhadap aspirasi masyarakat. Sebab, berbagai permasalahan di setiap daerah itu berbeda-beda sehingga memerlukan penanganan yang berbeda. Menteri periode 2019-2024 juga diharapkan lebih komunikatif dengan berbagai pihak, khususnya masyarakat, meskipun pemilihannya nanti merupakan hak prerogatif dari presiden.
"Menteri yang komunikatif dengan publik amat diperlukan agar dia mau mendengar dan menyerap aspirasi publik. Penyerapan aspirasi itu kemudian direspons para menteri melalui program kerja dan kebijakan atau peraturan menteri," ujar sosok yang akrab disapa Bamsoet ini. N arif satrio nugroho/nawir arsyad akbar ed: agus raharjo