Selasa 08 Oct 2019 07:45 WIB

Soal Perppu KPK, Tjahjo: Belum Ada Arahan dari Jokowi

DPR serahkan keputusan pembentukan Perppu KPK pada presiden.

Presiden Jokowi mengundang tokoh nasional untuk membahas kondisi kebangsaan di Istana Merdeka, Kamis (26/9).
Foto: Republika/Sapto Andika Candra
Presiden Jokowi mengundang tokoh nasional untuk membahas kondisi kebangsaan di Istana Merdeka, Kamis (26/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana Tugas Menteri Hukum dan HAM Tjahjo Kumolo mengaku, hingga saat ini Presiden Joko Widodo masih belum memberikan arahan terkait penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK. Penerbitan perppu didesak oleh publik sebagai pengganti Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi.

"Terkait Perppu KPK sampai sekarang belum ada," ujar Tjahjo di Kementerian Hukum dan HAM, Senin (7/10). Tjahjo menegaskan, pihaknya telah siap melaksanakan apa yang menjadi keputusan Presiden Jokowi terkait Perppu KPK. Kemenkumham, kata dia, telah menyiapkan dengan baik seluruh materi yang dibutuhkan Jokowi.

Lebih lanjut, Tjahjo menambahkan, selain soal Perppu KPK, Kemenkumham juga menyiapkan materi untuk sejumlah rancangan undang-undang yang pengesahannya ditunda DPR beberapa waktu lalu. Antara lain revisi KUHP, revisi UU Permasyarakatan, revisi UU Pertanahan, serta revisi UU Minerba.

"Nanti akan kita lihat apakah itu akan masuk prolegnas atau tidak. Saya kira Dirjen Perundang-undangan akan terus berkomunikasi dengan Baleg DPR mana-mana yang akan menjadi skala prioritas untuk prolegnas," ujar Tjahjo yang juga menjabat menteri dalam negeri.

Presiden Jokowi telah menyampaikan akan mempertimbangkan penerbitan Perppu KPK. Hal itu disampaikan Jokowi seusai berdialog dengan berbagai tokoh dalam merespons aksi massa mahasiswa pada Kamis (26/9).

Di lain pihak, usulan perppu bertentangan dengan parpol pendukung Jokowi. Parpol koalisi mengklaim telah bersepakat dengan Jokowi untuk tidak mengeluarkan Perppu UU KPK dalam waktu dekat.

photo
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo.

Anggota Fraksi Partai Gerindra, Supratman Andi Agtas, menyarankan Presiden Jokowi berdialog dengan DPR terkait wacana penerbitan perppu tersebut. Hal itu berkaitan dengan hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menyatakan, mayoritas masyarakat setuju penerbitan perppu.

Ketua Badan Legislasi DPR periode sebelumnya itu menilai, dialog penting agar terbuka kejelasan masing-masing pihak. "Sebaiknya menurut saya yang paling penting adalah dialog antara presiden dan DPR. Itu penting," ujar Supratman.

Presiden juga dinilai bisa melakukan dialog antara ketua-ketua umum partai politik. Tak hanya parpol koalisi, kata Supratman, Jokowi bisa berdialog dengan partai nonkoalisi pemerintahan.

Ia mengatakan, penerbitan perppu sepenuhnya menjadi ranah presiden. DPR apalagi fraksi-fraksi, menurut Supratman, tidak bisa mengintervensi hal tersebut. "Kita tidak berandai-andai soal perppu itu karena kita belum tahu isinya apa. Publik kan hanya menduga. DPR tidak boleh berandai-andai soal itu," ujar dia.

Ketua DPR Puan Maharani juga menyerahkan wacana penerbitan perppu itu kepada Jokowi. "Karena update terkait ini (UU KPK) pun tidak bisa dilakukan secara resmi, karena ya itu anggota dan pimpinan AKD (alat kelengkapan dewan) yang lalu itu kan sekarang belum terbentuk," ujar Puan, kemarin. Namun, perlu ada konsolidasi terlebih dahulu antara presiden dan DPR terkait penerbitan perppu penangguhan UU KPK.

Pembentukan AKD yang belum rampung membuat DPR belum dapat menyampaikan sikapnya. "Saya harus melihat dulu update terkait hal tersebut karena banyak hal yang memang kita harus konsolidasi kembali di periode keanggotaan DPR sekarang," ujar elite PDIP tersebut.

Sementara, Fraksi Golkar enggan bersikap tegas soal wacana perppu dan menyerahkan kajian tersebut ke Istana. "Terhadap perppu itu kan itu kewenangan ada di Presiden tentu. Kami sebagai lembaga DPR dari unsur pimpinan dan AKD juga menyerahkan itu kepada pemerintah untuk melakukan pertimbangan-pertimbangan secara hukum," ujar Ketua Fraksi Golkar Aziz Syamsuddin.

Meski begitu, menurut eks ketua Komisi Hukum yang meloloskan UU KPK itu, sejauh ini tidak ada keadaan yang memaksa keluarnya perppu. Persyaratannya, perppu keluar karena keadaan memaksa dalam kegentingan dan terjadi kekosongan hukum. "Saat ini tidak terjadi kekosongan hukum maupun maupun terjadi kegentingan," ujar Aziz.

Pengamat politik, Pangi Syarwi Chaniago, menilai belum dikeluarkannya Perppu KPK oleh Presiden Jokowi menimbulkan pertanyaan, apakah Presiden takut terhadap elite politik atau rakyat? "Mengeluarkan Perppu KPK adalah jalan pintas yang paling efektif dan efisien," kata Pangi.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting itu mengatakan, isu potensi pemakzulan terhadap presiden jika mengeluarkan Perppu KPK merupakan isu yang tidak pas. Dia menegaskan pemakzulan presiden sudah diatur dalam UUD 1945. "Kalau kemudian hanya karena perppu saya pikir masih jauh sekali untuk pemakzulan," kata dia.

photo
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyampaian temuan survei terkait perppu UU KPK dan gerakan mahasiswa di mata publik, Jakarta, Ahad (6/10).

Pada Ahad (6/10), LSI memaparkan hasil survei terkait perppu. Menurut survei itu, mayoritas masyarakat mendukung Presiden Jokowi mengeluarkan (Perppu) KPK.

Ditektur Eksekutif LSI Djayadi Hanan memaparkan, sebanyak 76,3 persen masyarakat yang tahu isu itu setuju agar presiden mengeluarkan Perppu KPK. Sebanyak 70,9 persen responden menilai, revisi UU KPK telah melemahkan upaya penanggulangan korupsi oleh lembaga antirasuah.

"Dengan kata lain, ada aspirasi publik yang kuat bahwa karena UU KPK hasil revisi itu melemahkan KPK, maka akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi," kata Djayadi. n arif satrio nugroho/nawir arsyad akbar/antara ed: ilham tirta

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement