REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Politikus senior Dradjad Wibowo mengingatkan akan kondisi Papua yang sekarang ini sudah mengarah ke pembersihan etnis. Dikhawatirkan kerusuhan lanjutan bisa saja meledak sewaktu-waktu di lokasi lain.
Menjawab pertanyaan Republika.co.id, Dradjad mengatakan sebenarnya langkah deteksi dini oleh aparat intelijen dari berbagai lembaga sudah cukup akurat. Menurut Dradjad, sebenarnya intelijen sudah melaporkan potensi ancaman kerusuhan tersebut sebelumnya.
"Bahkan nama-nama provokator kerusahan, serta titik di mana mereka berada sudah dilaporkan. Demikian juga dengan jaringannya,” kata Dradjad melalui pesan whatsapp, Rabu (8/10).
Mantan salah satu pimpinan di Badan Intelijen Negara (BIN) ini mengatakan, bukan hanya itu, berapa pucuk senjata yang dimiliki, jenisnya dan asal-usulnya juga sudah diketahui. Demikian juga dengan medannya.
"Dalam bahasa TNI, cumemu (cuaca, medan dan musuh) sudah didalami dan dikuasai,” kata Dradjad.
Masalahnya, lanjut Dradjad, ada satu hal kunci yang belum efektif, dan itu harus diputuskan di Jakarta. "Tidak etis jika saya uraikan detil. Saya juga tidak ingin masuk ke wilayah antar lembaga, apalagi antar matra,” ungkapnya.
Dradjad mengusulkan, agar komando penanganan Papua diserahkan kepada Satuan dan Grup yang memang paling menguasai cumemu di Papua. Jangan sampai ada hambatan psikologis karena faktor struktur komando yang kurang kondusif.
"Ini sangat krusial. Karena, mereka yang bertugas lapangan di Papua itu bertaruh nyawa. Moral pasukan harus dijaga tinggi. Pak Wiranto tentunya jauh lebih paham tentang apa yang saya maksud,” paparnya.
Selain itu, Dradjad juga menyarankan jumlah pasukan dan peralatannya ditambah. Demikian juga dengan logistiknya.
Yang terjadi di Papua itu sudah separatisme, bukan demo biasa. Bahkan sudah mengarah ke pembersihan etnis terhadap non-OAP (Orang Asli Papua). Jadi selain aparat Hankam, pihak Kemenlu dan Kementrian Kominfo wajib bekerja proaktif menggalang opini internasional tentang ini.
"Jangan sampai nanti tindakan tegas dari aparat hankam diplintir menjadi pelanggaran HAM,” ungkapnya.
Kemenlu, kata Dradjad, sudah berhasil menggagalkan agenda Papua di PBB. Tapi lobby ke media internasional masih kurang. Sedangkan Kominfo, menurut Dradjad, masih minim sumbangsihnya dalam penggalangan opini internasional tentang Papua ini.