Selasa 08 Oct 2019 11:38 WIB

Ratusan Korban Gempa Palu Masih Tinggal di Tenda Darurat

Korban bertahan di tenda pengungsian karena tidak terdaftar dalam penerima huntap.

Rep: Antara/ Red: Friska Yolanda
Pesisir pantai di Kelurahan Mamboro, Palu, Sulawesi Tengah. Sebagian rumah dan toko di wilayah itu telah dibangun kembali.
Foto: ANTARA FOTO/Basri Marzuki
Pesisir pantai di Kelurahan Mamboro, Palu, Sulawesi Tengah. Sebagian rumah dan toko di wilayah itu telah dibangun kembali.

REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Ratusan kepala keluarga (KK) masih tinggal di tenda-tenda pengungsian dengan kondisi sangat memprihatinkan. Pengungsi tersebar di Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Donggala.

Bencana gempa bumi 7,4 SR, tsunami dan likuefaksi di Sulteng sudah terjadi setahun lalu, tetapi masih banyak warga yang belum memiliki tempat tinggal. Nur Safriti dari Yayasan Sikola Mombine kepada Antara di Palu membenarkan hasil monitoring di titik-titik penampungan menunjukkan masih banyak korban yang terpaksa bertahan tinggal di tenda-tenda pengungsi karena tidak mendapatkan hunian sementara (huntara).

Baca Juga

"Apalagi, mendapatkan hunian tetap (huntap)," kata dia, Selasa (8/10).

Ratusan KK korban gempa, tsunami dan likuefaksi yang masih tinggal di lokasi pengungsian itu tersebar di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala. Mereka yang berada di tenda-tenda pengungsi bukan hanya orang dewasa, tetapi juga bayi dan anak-anak dengan kondisi yang cukup memprihatinkan, sebab kekurangan makanan dan kebutuhan lainnya.

Bahkan, tempat tinggal mereka itu sebenarnya tidak layak untuk dijadikan tempat tinggal. Tendanya sudah bocor, sehingga saat hujan tak jarang banjir masuk ke tenda dan mengusik kenyamanan para korban.

Nur menambahkan, rata-rata warga yang tinggal bertahan di tenda-tenda pengungsi yang terbuat dari terpal sejak mulai huntara dibagikan. Mereka tidak mendapatkan huntara sebab namanya tidak ada dalam daftar penerima.

"Karena tidak mendapatkan huntara, makanya mereka memilih untuk tinggal di tenda pengungsi, meski tidak layak dihuni," ujarnya.

Selain tinggal di tenda darurat, para penyintas bencana alam di tiga wilayah Palu, Sigi dan Donggala hingga kini belum juga mendapatkan jaminan hidup (jadup) sebagaimana yang telah dijanjikan oleh pemerintah.

Bencana alam dahsyat di Provinsi Sulteng tersebut menelan korban jiwa mencapai ribuan orang dan menghancurkan banyak rumah penduduk, sarana/fasilitas infrastruktur jalan, jembatan, listrik, telekomunikasi, dan jaringan irigasi. Bahkan, di Kabupaten Sigi--daerah terdampak bencana alam cukup parah di Sulteng, ribuan petani masih merana karena tidak bisa menggarap lahan pertanian mereka. Di sana, jaringan irigasi rusak total dan sedang dalam upaya perbaikan oleh pemerintah pusat dan daerah.

Ada sekitar 8.000 hektare lahan pertanian pangan dan hortikultura di empat kecamatan, yakni Gumbasa, Tanambulva, Dolo, dan Sigibiromaru telantar karena irigasi rusak diterjang gempa dan likuefaksi pada 28 September 2018.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement