REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Pemimpin kota Hong Kong Carrie Lam memperingatkan jika gejolak reformasi demokrasi 'jadi semakin buruk' maka militer China dapat masuk ke kota otonomi khusus itu. Tapi ia mengulang kembali harapan pemerintah kota dapat menyelesaikan krisis itu sendiri.
Lam mendesak kritikus asing untuk menerima fakta protes yang sudah berlangsung selama empat bulan tersebut bukan lagi 'gerakan damai untuk demokrasi'. Ia mengatakan konstitusi Hong Kong mengizinkan pemerintah meminta intervensi China tapi ia tidak mengungkapkan dalam kondisi apa hal itu dapat dilakukan.
"Saya masih sangat merasa kami harus mencari solusinya sendiri, dalam posisi ini pemerintah pusat juga mengharuskan Hong Kong mengatasi masalahnya sendiri tapi jika situasinya menjadi sangat buruk, maka tidak ada pilihan yang dapat dikesampingkan jika kami ingin Hong Kong setidaknya memiliki kesempatan lagi," kata Lam dalam konferensi pers, Selasa (8/10).
Unjuk rasa bermula pada protes undang-undang ekstradiksi yang dapat membuat tersangka di Hong Kong diadili di China. Rencana undang-undang itu memicu gerakan anti-pemerintah. Pengunjuk rasa khawatir undang-undang itu menjadi salah satu contoh meningkatnya pengaruh China di Hong Kong.
Ketika Inggris mengembalikan kota itu ke China pada 1997, mereka membuat perjanjian yang membuat warga Hong Kong memiliki kebebasan yang tidak banyak dimiliki warga China Daratan. Unjuk rasa yang kerap berubah menjadi kerusuhan itu mengguncang pariwisata dan perdagangan Hong Kong. Pusat keuangan Asia itu juga masih harus menahan dampak dari perang dagang Amerika Serikat-China.
Pada pekan lalu, pemerintah Lam memperkeras sikap mereka dengan menerapkan kembali undang-undang masa kolonial yang melarang pemakaian masker atau penutup wajah di ruang publik. Hal itu membuat pengunjuk rasa marah dan menggelar unjuk rasa yang selalu berujung dengan kekerasan.
Polisi akhirnya melepaskan tembakan peluru tajam ke arah pengunjuk rasa. Insiden pekan lalu itu melukai dua orang remaja.
Larangan pemakaian masker itu sudah berlaku sejak Sabtu (7/10) lalu dan Lam mengatakan masih terlalu dini untuk menyebut kebijakan itu gagal. Sudah ada dua orang yang didakwa karena melanggar larangan pemakaian masker tersebut.
Kritikusnya khawatir undang-undang kedaruratan akan memberikan Lam kekuasaan yang lebih besar untuk melaksanakan semua langkah yang menurutnya dibutuhkan. Hal itu dapat membuka jalan tindakan yang lebih keras lagi. Lam mengatakan pemerintah akan melakukan 'assesment yang hati-hati' sebelum memberlakukan langkah lainnya seperti pengendalian internet.