REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dalam dunia pewayangan yang menceritakan Mahabarata juga digambarkan tokoh-tokohnya telah memegang ajaran Islam. Hal ini dilakukan sebagai upaya Wali Songo untuk berdakwah di Tanah Jawa melalui pendekatan budaya secara perlahan dan bertahap.
Hal serupa juga terjadi dalam epos La Galigo yang disisipi ajaran- ajaran Islam oleh para ulama, intelektual, dan sastrawan Muslim di masa lalu.
Dalam pandangan Budayawan dan Penggerak Literasi, Nirwan Ahmad Arsuka, tokoh Islam yang masuk dalam epos La Galigo versi Bottinna I La Dewata Si bawa I We Attaweq bukan sekadar tokoh dongeng. Salah satu tokoh Islam yang mendapat kedudukan penting dalam naskah La Galigo versi ini adalah Nabi Sulaiman.
"Nabi Sulaiman diposisikan sebagai leluhur orang-orang Bugis, masyarakat Bugis ada yang memercayai itu atau paling tidak penulis La Galigo versi Bottinna I La Dewata Sibawa I We Attaweq yang memercayainya," kata Nirwan.
Dia menerangkan, keyakinan terhadap Nabi Sulaiman sebagai leluhur masyarakat Bugis itu didasarkan pada cerita Nabi Sulaiman yang menikahi Ratu Balqis. Di dalam beberapa tafsir, Ratu Balqis diterjemahkan menjadi Ratu Bugis. Sebab, jika ditulis dengan huruf Lontara dan bahasa Bugis kuno, antara Balqis dan Bugis itu hampir sama.
"Tapi, tentu hal ini bisa diperdebatkan,'' ujar Nirwan