Selasa 08 Oct 2019 18:48 WIB

Masuknya Ajaran Tauhid dalam La Galigo

Ulama mengenalkan ajaran tauhid melalui epos La Galigo

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agung Sasongko
Museum La Galigo kawasan benteng Fort Rotterdam, Makassar.
Foto: Republika/ Maman Sudiaman
Museum La Galigo kawasan benteng Fort Rotterdam, Makassar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Para ulama, intelektual, dan penulis Muslim sangat menyadari sulitnya menggeser kepercayaan masyarakat yang sudah melekat dari generasi ke generasi. Karena itu, mereka menggunakan pendekatan budaya untuk menggeser secara perlahan kepercayaan masyarakat itu. Dengan demikian, secara perlahan dan bertahap mereka memercayai Allah SWT. 

Penulis buku Islamisasi Bugis, Andi Muhammad Akhmar, menerangkan, para ulama dan penulis Muslim memanfaatkan epos La Galigo yang sudah dipercaya dari generasi ke generasi oleh masyarakat Bugis. Mereka menyisipkan ajaran-ajaran Islam ke dalam epos itu sehingga terjadi perubahan. 

Baca Juga

Menurut Akhmar, terjadi perubahan komposisi dalam bentuk penambahan, pengurangan atau pemutarbalikan dalam teks La Galigo versi Bottinna I La Dewata Sibawa We Attaweq. Namun, hal itu merupakan wujud kebebasan penyair atau penulis. Namun, kebebasan penyair tersebut tetap dalam bingkai.

Bingkainya adalah tema perkawinan di kalangan keturunan Batara Guru atau kerabatnya. Sementara itu, tokoh-tokohnya adalah dari kalangan dewa atau keturunannya yang berkuasa di Bumi. Penggunaan nama tempat yang meliputi dunia atas, dunia tengah, dan dunia bawah. 

"Dengan demikian, cerita-cerita baru atau yang telah mendapatkan unsur-unsur baru tetap menjadi bagian dari warisan sastra La Galigo, kehadiran unsur Islam dalam La Galigo versi Bottinna I La Dewata Sibawa We Attaweq ini tidak menggeser keberadaan kepercayaan lama, me lainkan disajikan secara berdampingan," jelasnya. 

Akhmar berpandangan, yang telah dilakukan oleh penulis La Galigo versi itu menunjukkan kreativitas penyair dalam memanfaatkan sastra yang telah mapan di masyarakat Bugis untuk misi Islamisasi. Menurutnya, Islamisasi dengan menggunakan sastra sebagai medianya itu menggunakan pendekatan kompromis. 

Sebab, para pendakwah Islam pada saat itu menyadari, sangat tidak mudah mengganti suatu bentuk kepercayaan yang telah lama bersenyawa dalam jiwa suatu masyarakat. Maka, langkah awal Islamisasi Bugis yaitu dengan menggeser konsep kepercayaan masyarakat kepada Dewata Seuwea dengan konsep Allah SWT melalui ajaran-ajaran tauhid. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement