Selasa 08 Oct 2019 17:51 WIB

Pengamat: Tertibkan Buzzer yang Manipulasi Fakta

Keberadaan buzzer dinilai efektif untuk melakukan propaganda.

Analis Politik, Hendri Satrio yang biasa dipanggil Hensat.
Foto: Kementan
Analis Politik, Hendri Satrio yang biasa dipanggil Hensat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Komunikasi Politik Hendri Satrio meminta Pemerintah agar menertibkan buzzer(pendengung) nakal yang memanipulasi fakta dan opini publik. Aksi para pendengung itu dinilai dapat membahayakan persatuan dan kesatuan negara.

"Keberadaan buzzer, menurut saya, tidak hanya melulu jelek, tetapi tetap ada positif. Tapi bila buzzer memanipulasi opini publik, memanipulasi fakta, maka itu menjadi salah. Kalau itu terjadi tentu buzzer harus dihapuskan karena bukan hanya membahayakan negara, tetapi bisa memecah belah rakyat," katanya di Jakarta, Selasa dalam keterangan tertulis.

Baca Juga

Ia mengatakan, keberadaan buzzer di era media sosial (medsos) tidak bisa dinafikan lagi. Sama juga seperti medsos, buzzer juga memiliki sisi positif dan negatif. Karena itu, sebagai orang yang hidup di Bumi Indonesia, pendengung juga harus memiliki etika dalam menyebarkan berita atau opini ke masyarakat. Pasalnya, konten yang disebar para buzzer ini akan sangat mudah diserap masyarakat.

Hendri mengatakan, yang paling menakutkan bila kemudian buzzer-buzzer itu dianggap sebagai salah satu pendorong orang untuk membenci manusia Indonesia lainnya. "Jadi kalau menurut saya, buzzer yang demikian harus dihilangkan. Itu kan mudah bagi pemerintah. Harusnya bisa, paling tidak segera dilakukan screening terhadap buzzer dan mengajak semua pihak tidak menggunakan buzzer untuk kegiatan negatif," kata pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI ini.

Hendri menilai, keberadaan buzzer ini harus dibedakan dibandingkan medsos. Medsos sisi positifnya sebenarnya lebih banyak dibandingkan mudharat-nya.  Dengan adanya medsos, setiap orang akhirnya bisa bebas berpendapat tanpa harus menunggu media konvensional seperti televisi, radio, dan surat kabar memuat pemikiran individu yang lain.

Selain itu, dengan medsos, orang bisa lebih eksis mengeluarkan pendapatnya. Tapi, menurut dosen Komunikasi Politik Universitas Paramadina ini, masalahnya adalah banyak orang yang justru bukan menyuarakan opini di medsos, tetapi hanya membaca opini orang lain.

Hendri melanjutkan, dengan opini orang lain dibaca, maka si individu itu bisa ikut-ikutan memiliki opini yang sama dan bisa menyuarakan opini serupa dengan yang dibaca. Karena fenomena itu kemudian, dimanfaatkan orang-orang yang memanfaatkan medsos untuk kepentingannya dengan menggunakan buzzer.

“Supaya apa? Supaya lebih banyak lagi orang yang memiliki opini sama dengan dia. Jadi ini untuk mempengaruhi opini orang lain,” tutur Hendri.

Hendri menilai, sejauh pengamatannya, keberadaan buzzer ini sangat efektif untuk melakukan propaganda. Pasalnya, rata-rata para buzzer memiliki follower yang banyak. Itulah yang membuat buzzer sangat laris, tidak hanya di even politik, tetapi juga untuk mempromosikan sesuatu.

Sebenarnya, kata Hendri, keberadaan para buzzer ini mudah dikenali. Caranya mereka pasti menggiring opini yang sama, isu yang sama, meskipun caranya berbeda.

“Menurut saya, gunakanlah buzzer-buzzer ini untuk kebaikan. Jangan digunakan untuk hal-hal yang bisa justru memutarbalikkan fakta yang akhirnya bisa menghancurkan negara ini,” jelas Hendri Satrio

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement