Rabu 09 Oct 2019 07:38 WIB

Demonstrasi Berlanjut, Presiden Ekuador Berlakukan Jam Malam

Demonstrasi di Ekuador membuat pemerintah mendeklarasikan masa darurat nasional.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Warga Ekuador bentrok dengan polisi dalam protes menentang pencabutan subsidi bahan bakar di Quito, Ekuador, Kamis (3/10).
Foto: AP Photo/Dolores Ochoa
Warga Ekuador bentrok dengan polisi dalam protes menentang pencabutan subsidi bahan bakar di Quito, Ekuador, Kamis (3/10).

REPUBLIKA.CO.ID, QUITO -- Presiden Ekuador Lenin Moreno memerintahkan jam malam di sekitar gedung pemerintahan. Negara Amerika Latin itu diterpa demonstrasi besar-besaran yang kini sudah berlangsung selama lima hari.

Unjuk rasa yang memaksa pemerintahan Moreno dipindahkan ke luar Quito. Ratusan orang juga sudah ditangkap sepanjang unjuk rasa.

Baca Juga

Seperti taktik untuk menggulingkan pemerintahan sebelumnya, ribuan suku pribumi membanjiri ibu kota. Beberapa orang di antaranya menerobos tali pembatas keamanan untuk masuk ke dalam ruang Mejelis Nasional, mengibarkan bendera, berseru dan berteriak 'kami rakyat!'.

Di sisi lain di Quito dan beberapa titik demonstrasi lainnya, pengunjuk rasa mengenakan topeng dan memegang tongkat, melemparkan batu ke arah pasukan keamanan. Polisi pun membalasnya dengan tembakan gas air mata.

Menghadapi tantangan terberat di dua setengah tahun pemerintahannya Moreno telah mendeklarasikan masa darurat nasional. Ia memindahkan pemerintahan ke kota pinggir pantai Guayaquil tempat yang lebih aman dibandingkan ibu kota.

Dalam dekritnya yang dirilis pada Rabu (9/10), Moreno memerintahkan pihak berwenang untuk membatasi pergerakan di sekitar gedung-gedung pemerintahan dan bangunan strategis antara pukul 20.00 sampai 05.00 waktu setempat. Langkah itu dilakukan demi menjaga ketertiban umum saat masa darurat nasional masih berlaku.

Satu hari sebelumnya pemerintah Ekuador ingin menggelar mediasi dengan PBB atau Gereja Katholik Roma untuk mengatasi krisis tersebut. "Kami mendorong dialog sebagai rute yang dibutuhkan untuk menemukan tujuan bersama yang mengutamakan kepentingan nasional dan kedamaian sosial," kata Moreno.

Unjuk rasa meletus pada Kamis (3/10) pekan lalu ketika pemerintah Ekuador memotong subsidi bahan bakar. Hal itu dilakukan sebagai bagian dari reformasi ekonomi sesuai dengan  pinjaman Dana Moneter Internasional (IMF) senilai 4,2 miliar dolar AS.

Kelompok-kelompok suku pribumi dan yang lainnya telah memblokir jalan dengan membakar ban, menempatkan batu, dan tebangan pohon. Polisi telah mengerahkan kendaraan berlapis baja dan water canon.

Pihak berwenang mengatakan sudah ada 600 orang yang ditahan, termasuk anggota parlemen yang mendukung presiden sebelumnya Rafael Correa. Moreno menuduh Correa yang berasal dari kelompok kiri ingin menggulingkannya dengan bantuan Presiden Venezuela Nicolas Maduro. Correa pernah menjadi mentor politik dan atas Moreno saat masih menjadi wakil presiden. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement