REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) membatasi visa untuk pejabat Cina sebagai sanksi atas kasus penahanan minoritas Muslim termasuk Uighur. Hal itu meningkatkan ketegangan hubungan kedua negara dalam pembicaraan tingkat tinggi untuk mengakhiri perang dagang yang telah berlangsung 15 bulan.
Departemen Luar Negeri AS mengumumkan langkah tersebut tepat hanya satu hari setelah Departemen Perdagangan AS memasukkan 20 biro keamanan publik dan 8 perusahaan Cina ke dalam daftar hitam perdagangan. Langkah itu diambil sebagai sanksi perlakuan buruk Cina terhadap Uighur dan etnis minoritas Muslim setempat.
Meski begitu, Departemen Luar Negeri AS tidak menyebutkan nama pejabat Cina yang terkena dampak pembatasan visa. Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mengatakan pembatasan itu "melengkapi" tindakan Departemen Perdagangan.
Kedutaan besar Cina di Washington tidak segera berkomentar. Cina secara konsisten membantah ada penganiayaan terhadap warga Uighur.
Indeks saham utama AS mengalami kerugian setelah pengumuman Departemen Luar Negeri itu. Indeks S&P 500 ditutup turun sekitar 1,6 persen. Investor khawatir ketegangan yang meningkat antara Washington dan Beijing dapat merusak upaya untuk mengembalikan negosiasi perdagangan ke jalurnya.
AS dan wakil negosiator perdagangan Cina dijadwalkan bertemu di Washington untuk pembicaraan hari kedua, Selasa (8/10) waktu setempat. South China Morning Post melaporkan Cina telah menghancurkan harapan menjelang perundingan yang dijadwalkan Kamis dengan Wakil Perdana Menteri Cina Liu He, Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin.
Sebelumnya pada Selasa, China memperingatkan AS untuk berhenti mencampuri urusan dalam negerinya. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Geng Shuang mengatakan, Cina akan terus mengambil langkah tegas untuk melindungi keamanan negara.
Daftar hitam perdagangan dari Departemen perdagangan AS melarang perusahaan untuk membeli komponen dari perusahaan Amerika tanpa persetujuan pemerintah AS. Langkah tersebut mengikuti daftar yang sama digunakan oleh Washington dalam upayanya membatasi pengaruh Huawei Technologies Co Ltd karena alasan keamanan nasional.
Bloomberg melaporkan Washington juga membahas seputar kemungkinan pembatasan aliran modal ke Cina. Hal itu fokus pada investasi yang dilakukan oleh dana pensiun pemerintah AS.
Kebijakan tarif balasan yang diberlakukan oleh AS dan China telah mengguncang pasar keuangan dan memperlambat investasi modal dan arus perdagangan. Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional Kristalina Georgieva mengeluarkan peringatan keras tentang keadaan ekonomi global. Ia mengatakan, perlambatan ekonomi dapat memburuk jika tanpa tindakan untuk menyelesaikan konflik perdagangan dan mendukung pertumbuhan.
"Kami melambat, kami tidak berhenti, dan itu tidak seburuk itu. Namun, kecuali kita bertindak sekarang, kita berisiko potensi pelambatan yang lebih besar," ujar Georgieva, yang menjadi ketua IMF bulan ini.