REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), telah membentuk tim reaksi cepat (TRC) untuk mencegah masuknya virus demam babi Afrika ke wilayah itu. Virus African swine fever (ASF) dapat menyebar melalui pintu perbatasan Indonesia-Timor Leste.
"Kami telah membentuk tiga tim yang terdiri dari Dinas Peternakan, Balai Besar Veteriner Denpasar, dan Direktorat Kesehatan Hewan Kementerian RI untuk dapat terjun langsung ke wilayah perbatasan," kata Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT, Danny Suhadi di Kupang, Rabu.
Danny mengemukakan hal itu berkaitan dengan upaya Pemerintah Provinsi NTT untuk mencegah masuknya virus demam babi Afrika yang dilaporkan menyerang ternak babi di negara tetangga Timor Leste. Menurut dia, tim yang beranggotakan 18 orang ini, terbagi dalam tiga regu.
Setiap regu, menurut Danny, beranggotakan enam orang. Tim reaksi cepat bertugas melaksanakan upaya preventif, baik langsung ke masyarakat peternak maupun ke stakeholder di wilayah perbatasan.
Tindakan preventif ini antara lain melalui sosialisasi terhadap masyarakat yang dilaksanakan dalam bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dengan sasaran masyarakat peternak. Danny mengatakan, Pemerintah NTT juga memanfaatkan media massa, seperti radio, surat kabar, televisi dan online serta media sosial termasuk pamflet, spanduk dan banner sebagai wadah penyuluhan penanggulangan virus ASF.
Danny mengungkapkan, pihaknya telah membuat regulasi dalam bentuk instruksi gubernur dan diharapkan akan segera disahkan untuk dapat ditindaklanjuti secara teknis di lapangan. Instruksi tersebut diantaranya berisi upaya memperketat keluar masuk lalulintas di perbatasan, penguatan tindakan biosecurity terhadap ternak peliharaan, serta upaya preventif lain untuk mencegah tertularnya ternak babi oleh ASF.
AFS merupakan virus yang mematikan dan menular. Saat ini belum ada obat atau vaksin. Virus ini tidak menjangkit manusia sekalipun mengonsumsi daging babi yang terjangkit AFS.