REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Delegasi dari sepuluh negara ASEAN mengikuti The 1st Internasional Conference on Religion and Education (INCRE) yang diselenggarakan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama (Kemenag) di Hotel Santika Bintaro pada 9-10 Oktober 2019. Salah satu peserta INCRE dari Kamboja memaparkan kondisi terkini pendidikan Islam dan keagamaan di negara tersebut.
Jamal Abdul Nasir Ahmad perwakilan Humanitarian And Justice Organization (HJO) dari Kamboja yang mengikuti INCRE juga menyampaikan perkembangan pendidikan Islam di negaranya. Menurutnya, perkembangan pendidikan Islam di Kamboja terus mengalami kemajuan dari tahun ke tahun sejak 1979.
Dia menceritakan, pada zaman komunis menguasai Kamboja, umat Islam banyak menghadapi rintangan dan siksaan. Sekarang Kamboja sudah mengamalkan demokrasi sejak 1993. Sehingga ada undang-undang yang mengharuskan memberi perlindungan kepada umat agama-agama yang ada di Kamboja.
Dia menyampaikan bahwa sekarang kondisi Muslim di Kamboja semakin baik. Sebab pihak kerajaan tidak lagi menekan umat Islam. "Sekarang Muslim bisa mengenakan kerudung di sekolah, bisa mengenakan kerudung saat membuat kartu tanda pengenal penduduk, dan guru agama sekarang dapat gaji, dulu guru agama enggak dapat gaji," ujarnya.
Jamal mengatakan, meski umat Islam sudah mengalami kemajuan tapi belum sepenuhnya telah bagus di berbagai bidang. Karena pendidikan Islam di Kamboja belum memiliki kurikulum sendiri. Pendidikan Islam di Kamboja masih seperti pesantren. Meskipun ada lembaga pendidikan Islam yang bentuknya sudah seperti sekolah tapi belum memiliki silabus.
Selain itu, dia mengatakan, lulus pesantren belum dapat memiliki ijazah. Untuk mendapatkan ijazah, Kementerian Pendidikan Malaysia datang ke Kamboja untuk memberi pengakuan kepada lulusan pesantren di Kamboja. Sehingga lulusan pesantren dapat melanjutkan sekolahnya.
Jamal juga menyampaikan bahwa umat Islam di Kamboja jumlahnya 7 persen dari 17 juta penduduk. Mayoritas umat Islam menganut Mazhab Syafi'i dan paham Ahlus-Sunnah wal Jama'ah. Namun baru-baru ini ada umat yang belajar dari Timur Tengah. Umat yang menganut Mazhab Syafi'i mencoba berdialog dengan mereka tapi masih sulit.