Kamis 10 Oct 2019 04:04 WIB

Komunikasi Militer Abad Pertengahan, Seperti Apa?

Tentara Muslim mengembangkan komunikasi militer di medan perang.

Tentara Seljuk
Foto: Pinterest.
Tentara Seljuk

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahmad Y Al-Hassan dan Donald R. Hill dalam karyanya Islamic Technology: An Illustrated History menjelaskan selama masa awal penaklukan Arab, kurir penunggang onta menjadi perantara komunikasi antara khalifah di Madinah dan komandannya di medan perang.

Setelah itu, perkembangan komunikasi militer semakin pesat. Buktinya saat kepemimpinan khalifah Umayyah (abad 1-2 H/ke-7-8 M), telah dibentuk pelayanan pos reguler yang disebut barid. Mereka mengadopsi sitem yang diterapkan oleh Byzantium dan Sassaniyyah Iran untuk mengelola barid tersebut.

Baca Juga

Sejak saat itu barid digunakan sebagai tempat pengiriman semua jenis informasi, sipil dan militer. Barid ini mencapai tingkat efisiensi yang tinggi pada masa khalifah Abbasiyah di Baghdad (abad ke-2 hingga 7 H/ke- 8 M hingga ke-13 M).

Bahkan pada saat itu telah dibentuk departemen pemerintah yang khusus bertanggung jawab atas pelayanan pos. Tempat-tempat perhentian perjalanan pos (markaz) dibangun di se panjang jalan-jalan utama dan jumlahnya tak kurang dari 430 buah di seluruh kerajaan itu, jelas Al-Hassan dan Hill.

Al-Hassan dan Hill memaparkan bahwa di Iran, para kurir perantara komunikasi menunggang bagal, yakni hewan campuran spesies kuda dengan keledai, atau lebih tepat keturunan antara kuda betina dan keledai jantan. Sedangkan di tempat lain menggunakan kuda atau unta.

Komunikasi militer semakin diperlukan, bahkan pada abad ke-3 H (ke- 10 M), Buwayhiyyah melibatkan pelari untuk bekerja sebagai penyampai pesan. Mereka dipercaya untuk menyampaikan pesan yang bersifat rahasia.Sedangkan untuk pesan-pesan penting digunakan merpati pos, jelas Al-Hassan dan Hill.

Efisiensi komunikasi militer lebih terasa saat kekuasaan Raja Mamluk (abad ke 7-13 H/abad ke 13-16 M). Di sana terdapat banyak tempat-tempat perhentian perjalanan pos sepanjang jalan sejak dari Kairo hingga Iskandariah, Damietta dan Mesir Atas. Mereka juga membuka tempat di ruterute lain mulai dari ibukota menuju Damaskus, Aleppo dan Sungai Efrat.

Pada mulanya ketika Mamluk terlibat dalam pertikaian dengan Mongol di perbatasan Utara, terdapat rangkai an menara api yang terpancang dari Sungai Efrat hingga Gaza melalui Palmyra, Damaskus, Baysan dan Nablus, ungkap Al-Hassan dan Hill. Kala itu, lanjut Al-Hassan dan Hill, jika ada bahaya mengancam, api dinyalakan sebagai sinyal secara berurutan dari mercu suar-mercu suar ini. Merpati Pos juga dimanfaatkan secara luas, dan ada pula menaramenara untuk merpati pos (burj) di berbagai tempat di Mesir dan Syria, jelas Al-Hassan dan Hill.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement