Kamis 10 Oct 2019 07:53 WIB

Inpres Sanksi Peserta Nakal BPJS Kesehatan Dikebut

Kenaikan iuran setara Rp 5.000 per hari dinilai memberatkan masyarakat.

Red: Budi Raharjo
Petugas BPJS Kesehatan menunjukan kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) online miliknya di kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Selatan, Jumat (13/9/2019).
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Petugas BPJS Kesehatan menunjukan kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) online miliknya di kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Selatan, Jumat (13/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengebut penyusunan instruksi presiden (inpres) untuk menjalankan aturan mengenai penjatuhan sanksi terhadap peserta BPJS Kesehatan yang telat membayar iuran. Draf inpres dikabarkan sudah berada pada tahap akhir dan diharapkan segera rampung.

Asisten Deputi Jaminan Sosial Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Togap Simangunsong mengatakan, penyusunan dan pembahasan inpres melibatkan sekitar 28 kementerian/lembaga dan dikoordinasikan oleh Kemenko PMK. "Rapat dan pertemuan terus digelar untuk finalisasi dan sekarang sudah tahap akhir," kata Togap kepada Republika, Rabu (9/10).

Pihaknya berharap inpres bisa dirampungkan secepat mungkin. Sebab, kata dia, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mensyaratkan kenaikan iuran JKN-KIS yang bakal diterapkan mulai tahun depan, dilakukan setelah rekomendasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dilaksanakan.

Togap mengatakan, inpres yang akan mendorong lembaga ikut menertibkan peserta yang terlambat membayar iuran, khususnya peserta mandiri, merupakan salah satu upaya untuk memenuhi rekomendasi BPKP. Berdasarkan temuan BPKP, kata dia, peserta mandiri JKN-KIS yang aktif membayar iuran hanya 53,72 persen.