Kamis 10 Oct 2019 08:04 WIB

AS Tolak Keluarkan Visa untuk Sejumlah Pejabat Cina

Pembatasan visa tuk pejabat yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM etnis Uighur.

Muslim di Uighur (ilustrasi)
Foto: VOA
Muslim di Uighur (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Tekanan yang diberikan Pemerintah Amerika Serikat (AS) kepada Pemerintah Republik Rakyat Cina (RRC) terus berlangsung. Selepas memasukkan puluhan lembaga dan perusahaan Cina ke dalam daftar hitam, Pemerintah AS kini juga memberlakukan pembatasan visa untuk sejumlah pejabat RRC dengan alasan para pejabat itu terlibat penindasan etnis Uighur di Xinjiang.

Hal ini dinilai meningkatkan ketegangan dengan Beijing dalam pembicaraan tingkat tinggi untuk mengakhiri perang dagang yang terjadi selama 15 bulan lamanya. Departemen Luar Negeri AS mengumumkan langkah tersebut tepat satu hari setelah Departemen Perdagangan AS mengutip perlakuan buruk terhadap Muslim Uighur dan etnis minoritas Muslim lainnya dalam keputusannya untuk menambahkan 20 biro keamanan publik Cina dan 8 perusahaan ke dalam daftar hitam perdagangan.

Meski begitu, Departemen Luar Negeri AS tidak menyebutkan nama pejabat Cina yang terkena dampak pembatasan visa. Namun, dilaporkan Asianews, daftar itu hampir pasti meliputi anggota Politbiro dan sekretaris Partai Komunis Cina di Xinjiang, Chen Quanguo. Dia disebut merupakan sosok yang bertanggung jawab atas penahanan sekitar 1 juta orang Uighur.

Lembaga HAM Human Rights Watch (HRW) sebelumnya mencatat, penahanan dan peningkatan pengawasan terhadap Muslim Uighur di Xinjiang meningkat pada 2016. Saat itu, sejumlah besar etnis Uighur ditangkap dan ditempatkan di pusat-pusat pelatihan yang diduga merupakan selubung untuk indoktrinasi. Perlakuan terhadap etnis Uighur tersebut, menurut HRW, berbarengan dengan ditempatkannya Chen Quanguo di Kashgar, kota terbesar di Xinjiang.

Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mengatakan, pembatasan itu "melengkapi" tindakan Departemen Perdagangan. Pompeo juga menyatakan, pembatasan visa untuk Pemerintah Cina dan pejabat Partai Komunis yang diyakini bertanggung jawab atau terlibat dalam penahanan atau pelanggaran HAM etnis Uighur di Xinjiang. "Anggota keluarga dari orang-orang semacam itu mungkin juga tunduk pada pembatasan ini," ujar dia.

Pompeo pun meminta Cina untuk segera mengakhiri penindasannya di Xinjiang, membebaskan semua yang ditahan secara sewenang-wenang, dan menghentikan upaya penindasan anggota kelompok minoritas Muslim Cina yang tinggal di luar negeri untuk kembali ke Cina. AS akan terus meninjau kembali otoritasnya untuk merespons pelanggaran ini.

Sementara itu, Kedutaan Besar Cina di Washington mengutuk pemberlakuan pembatasan visa AS. Keputusan AS, menurut penyataan Kedutaan Besar Cina, secara serius melanggar norma-norma dasar yang mengatur hubungan internasional. Washington dianggap telah mencampuri urusan dalam negeri dan merusak kepentingan Cina. "Cina menyesalkan dan dengan tegas menentang hal itu," kata seorang juru bicara kedutaan dalam pernyataan resmi.

Keterangan tersebut pun menolak tuduhan AS atas peristiwa yang terjadi di Xinjiang. Cina menyatakan tidak memiliki masalah hak asasi manusia yang diklaim oleh AS. "Tuduhan oleh pihak AS hanyalah dalih untuk campur tangan," kata juru bicara itu.

photo
Pagar penjagaan di kamp penahanan, yang secara resmi disebut pusat pendidikan keterampilan di Xinjiang untuk Muslim Uighur.

Rupa-rupanya, kebijakan luar negeri ini turut memengaruhi indeks saham utama AS. Indeks gabungan di AS mengalami kerugian setelah pengumuman Departemen Luar Negeri itu. Pada Selasa (8/10) waktu setempat, Indeks S&P 500 ditutup turun sekitar 1,6 persen. Investor disebut khawatir ketegangan yang meningkat antara Washington dan Beijing dapat merusak upaya untuk mengembalikan negosiasi perdagangan ke jalurnya.

AS dan wakil negosiator perdagangan Cina dijadwalkan bertemu di Washington untuk pembicaraan hari kedua, Selasa waktu setempat. South Cina Morning Post melaporkan, Cina telah menghancurkan harapan menjelang perundingan yang dijadwalkan pada Kamis (10/10) antara Wakil Perdana Menteri Cina Liu He, perwakilan dagang AS Robert Lighthizer, dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin.

Sebelumnya, pada Selasa, Cina memperingatkan AS untuk berhenti mencampuri urusannya. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Geng Shuang mengatakan, Cina akan terus mengambil langkah tegas untuk melindungi keamanan negara.

Daftar hitam perdagangan dari Departemen Perdagangan AS melarang perusahaan untuk membeli komponen dari perusahaan Cina tanpa persetujuan pemerintah AS yang berpotensi melumpuhkan. Langkah ini pun mengikuti daftar serupa yang digunakan oleh Washington dalam upayanya membatasi pengaruh Huawei Technologies Co Ltd karena alasan keamanan nasional.

Washington juga bergerak maju dengan diskusi seputar kemungkinan pembatasan aliran modal ke Cina. Hal itu berfokus pada investasi yang dilakukan oleh dana pensiun Pemerintah AS, Bloomberg melaporkan. Kebijakan tarif balasan yang diberlakukan oleh AS dan Cina telah mengguncang pasar keuangan dan memperlambat investasi modal dan arus perdagangan.

Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional Kristalina Georgieva mengeluarkan peringatan keras tentang keadaan ekonomi global. Ia mengatakan, perlambatan ekonomi dapat memburuk jika tidak ada tindakan untuk menyelesaikan konflik perdagangan dan mendukung pertumbuhan.

"Kami melambat, kami tidak berhenti, dan itu tidak seburuk itu. Namun, kecuali kita bertindak sekarang, kita berisiko potensi pelambatan yang lebih besar," ujar Georgieva, yang mengambil alih posisi sebagai ketua IMF bulan ini. n fergi nadira/dwina agustin/reuters, ed: fitriyan zamzami

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement